') //-->
[1]Untuk memahami ayat-ayat al-Quran yang telah diturunkan kepada Muhammad, jangan kalian katakan kepadanya, “Râ’inâ!”, tetapi, katakanlah, “Unzhurnâ!” (berikan kesempatan kepada kami). Hal itu dikarenakan kata “râ’inâ” dalam kamus orang-orang Yahudi memiliki dua arti yang kontradiktif: pertama, berilah kami kesempatan, dan kedua, anggaplah kami sebagai orang tolol. Lihat terjemahan al-Quran, karya Ayatullah Makarim Syirazi (untuk selanjutnya kami akan menyingkatnya dengan Makarim).
[2]Dengan demikian, surga dan pahala tidak terkhususkan bagi golongan tertentu sebagaimana kalim mereka itu. Lihat Makarim.
[3]Artinya, mereka berada dalam kebatilan.
[4]Dalam sebagian terjemahan, bagian terakhir ayat tersebut diterjemahkan demikian, “Dan seandainya engkau mengikuti kemauan mereka setelah engkau mengetahui, niscaya engkau tidak akan memiliki pelindung dan penolong di hadapan Allah”. Lihat terjemahan al-Quran karya Fuladvan (untuk selanjutnya, kami akan menyingkatnya dengan Fuladvan).
[5]Maqâm adalah suatu tempat Nabi Ibrahim as berdiri untuk beribadah.
[6]Dalam Makarim, kata ‘âkifîn diartikan dengan “orang-orang yang bertetanggaan dengan Ka’bah”.
[7]Kesaksian bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, dan anak cucu mereka bukanlah pengikut agama Yahudi atau Nasrani. Lihat Makarim.
[8]Baitul Maqdis.
[9]Umat pertengahan adalah umat pilihan dan berjalan seimbang, tidak condong ke kanan maupun ke kiri. Lihat Makarin dan al-Quran disertai dengan penafsiran dan penjelasan ringkas karya Dr. Muhammad Husein al-Himshî (untuk selanjutnya, kami akan menyingkatnya dengan Himshî).
[10]Shalat yang telah kalian lakukan selama ini adalah sah dan Allah tidak akan menyia-siakannya. Lihat Makarim.
[11]Mereka juga membaca dalam al-Kitab bahwa Muslimin akan mengerjakan shalat dengan menghadap ke arah dua kiblat. Lihat Makarim.
[12]Yaitu, hukum perubahan kiblat. Lihat Makarim.
[13]Berhala-berhala yang diletakkan oleh musyrikin di puncak kedua gunung tersebut tidak mengurangi kesuciannya.
[14]Artinya, hukum qishâsh yang harus diterimanya itu diganti dengan tebusan sehingga hanya wajib baginya membayar tebusan, tanpa qishâsh. Yang dimaksud dengan “saudaranya” dalam ayat tersebut adalah wali orang yang terbunuh. Lihat Makarim dan Fuladvan.
[15]Hendaknya ia memperhatikan kondisi ekonomi si pembunuh sehingga ia tidak terlalu memaksanya untuk segera membayar tebusan. Lihat Makarim dan Himshî.
[16]Seperti, berwasiat supaya berbuat maksiat kepada Allah.
[17]Ia tidak termasuk dalam hukum orang yang merubah wasiat. Lihat Makarim.
[18]Seperti, orang yang tertimpa penyakit menahun dan orang-orang yang sudah lanjut usia. Lihat Makarim.
[19]Berada di tempat tinggalnya dan tidak bepergian. Lihat Makarim.
[20]Mereka adalah para penyembah berhala yang tidak segan-segan melakukan tindak kriminal. Lihat Makarim.
[21]Jika para musuh tidak menjaga kehoramatannya dan memerangi kalian, kalian dapat memerangi mereka di dalamnya. Lihat Makarim.
[22]Janganlah melampui batas dalam membalas penganiayaannya.
[23]Dengan enggan berjihad dan berinfak di jalan Allah. Lihat Himshî.
[24]Bukan penduduk Makkah dan sekitarnya.
[25]Salah satu hikmah haji adalah kita bisa mengadakan hubungan ekonomi dengan negara-negara Islam lainnya sehingga perekonomian umat Islam dapat bersaing dengan perekonomian negara-negara “maju”.
[26]Yaitu, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Lihat Makarim.
[27]Ada sebagian penerjemah al-Quran yang mengartikan an-nasldalam ayat itu dengan “binatang ternak”. Lihat Makarim.
[28] Dan kalian tidak akan dapat melarikan diri dari keadilan Ilahi.
[29] Terjemahan lain dari ayat tersebut adalah “Apakah (setelah semua bukti-bukti jelas itu, para pengikut setan) masih menanti-nantikan agar Allah dan para malaikat datang dalam naungan awan-awan putih (dengan membawa bukti-bukti baru untuk mereka? Padahal penantian semacam itu adalah mustahil) dan segala sesuatu telah diputuskan, serta hanya kepada Allah segala sesuatu akan dikembalikan”. Lihat Makarim.
[30] Melarang umat Islam untuk melakukan haji. Lihat Fuladvan. Terjemahan lain dari frase ini adalah “melecehkan kehormatan Masjidi Haram”. Lihat Makarim.
[31] Berbuat fitnah dan menciptakan situasi sosial sedemikian rupa sehingga masyarakat lebih terangsang untuk memeluk kekufuran dan mencegah mereka untuk beriman. Lihat Makarim. Ada sebagian ulama yang menerjemahkan fitnah dalam ayat itu dengan syirik. Lihat Fuladvan.
[32]Di samping mewajibkan kalian untuk memelihara anak-anak yatim itu, Ia juga dapat mewajibkan kepada kalian untuk memisahkan harta kalian dari harta mereka. Lihat Makarim.
[33]Gunakanlah kesempatan ini dan dengan mendidik anak-anak yang saleh, haturkanlah peninggalan yang baik bagi diri kalian. Lihat Makarim.
[34]Îlâ` adalah sumpah dari seorang suami untuk tidak mendekati istrinya.
[35]Selama empat bulan itu, sang suami memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan; apakah ia ingin meneruskan hidup berkeluarga dengan istrinya atau menceraikannya. Lihat Makarim.
[36]Dan suami keduanya mendekatinya. Lihat Makarim dan Fuladvan.
[37]Para wali.
[38] Sebagian penerjemah al-Quran menerjemahkan frase ayat tersebut demikian “Jangan sampai seorang ibu merasa sengsara karena anaknya dan begitu sang ayah”. Lihat Fuladvan.
[39]Selama masa menyusui, ia harus memenuhi segala kebutuhan sanga ibu. Lihat Makarim.
[40]Menikah dengan seorang lelaki yang mereka kehendaki. Lihat Makarim.
[41]Seperti anak perempuan yang masih kecil dan sudah dinikahkan.
[42]Sebagian ulama meyakini bahwa shalat wusthâ adalah shalar Zhuhur. Lihat Makarim.
[43]Dan shalatlah seperti biasa. Lihat Makarim.
[44]Para ahli waris.
[45]Dengan alasan takut terjangkit penyakit Thâ’ûn, mereka enggan hadir di medan jihad. Lihat Makarim.
[46]Dan mereka semua mati tertimpa penyakit yang telah mereka jadikan alasan itu. Lihat Makarim.
[47] Sebagian penerjemah al-Quran mengartikan kata ‘malik’ dalam ayat tersebut dengan ‘komandan’. Lihat Makarim.
[48] Mereka adalah kelompok yang telah lolos dari ujuan air sungai itu.
[49] Seorang pemuda gagah pemberani yang ikut serta dalam pasukan Thâlût.
[50] Begitulah perumpamaan orang-orang yang memusnahkan infak mereka dengan perbuatan riya`, mengungkit-ungkit, dan tindak menyakiti. Lihat Makarim.
[51]Artinya dengan perasaan enggan dan berat hati.
[52]Seperti rezeki bertambah lapang dan luas.