Salah satu kisah Qur’ani adalah kisah Thalut dan Jalut. Setelah periode nabi Musa as, Bani Israel berkata kepada nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah.”[1] Maka Thalut pun terpilih sebagai raja yang memimpin mereka dari sisi Allah swt. Semula mereka memalingkan muka dan tidak menerima pengangkatan ini, namun pada akhirnya dengan penegasan nabi Ilahi, mereka menerimanya dan bergerak di dalam kafilah beliau untuk berperang melawan Jalut yang kafir dan keji dan bala tentaranya.
Dua bala tentara saling berhadapan menyusun barisan dan siap berperang. Bala tentara Thalut yang muwahhid (penyembah dan peng-Esa Allah swt) ketika itu menengadahkan tangan berdoa dan berkata:
ÑóÈøóäÇ ÃóÝúÑöÛú ÚóáóíúäÇ ÕóÈúÑÇð æóËóÈøöÊú ÃóÞúÏÇãóäÇ æóÇäúÕõÑúäÇ Úóáóì ÇáúÞóæãö ÇáßÇÝöÑíäó
“Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.”[2]
Dan setelah itu mereka berperang. Para muwahhid meraih kemenangan sementara orang-orang kafir melarikan diri.
[1] QS. Al-Baqarah [2]: 246.
[2] QS. Al-Baqarah [2]: 250.