Ayat 11-20

فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ

11. Di bumi ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.

Allah menciptakan dan menata bumi ini agar manusia, yang selalu merasa gelisah dan mengalami pasang-surut, dapat mengetahui asal-usulnya, mengetahui bagaimana sebelumnya ia telah terjatuh ke dalam karakter bawaan atau fitrahnya, dan mengetahui bagaimana ia mengada atau maujud dari ketiadaan. Sebagai bagian dari rahmat-Nya, manusia dimasukkan ke dalam surga (jannah) dengan cara yang sama seperti para pendahulunya. Ketika Adam telah diciptakan dari ketiadaan, Allah memberitahunya bahwa surga ini telah dianugerahkan kepadanya agar ia bisa mempunyai tempat yang tetap (maqarr) seperti rumah. Qarra, akar kata dari maqarr, berarti menetap. Orang yang sudah menetap atau mapan pun mengakui rahmat sang Pencipta. Segala sesuatu menunjuk pada Tuhan Yang Maha Pengasih.

Kehidupan ditandai dengan gerakan dan hanya bisa dialami dalam waktu. Jika waktu berhenti, maka kehidupan pun berhenti. Inilah kiamat kecil (al-qiyamah ash-shaghirah). Pada hari itu, tidak ada lagi waktu untuk mengubah timbangan amal-amal kebaikan dan keburukan. Orang-orang yang pernah nyaris mengalami kematian karena kecelakaan dan kembali sadar atau siuman mengatakan bahwa pada hari kiamat satu film dari kehidupan manusia ditunjukkan kepada mereka sekelebat dalam kejapan mata.

Jika manusia ingin berkualifikasi atau memenuhi syarat untuk meraih pengetahuan tentang Allah, maka yang demikian itu mestilah ditempuh dengan pengetahuannya tentang Tuhan Yang Maha Pengasih, yang diraih dengan menjunjung tinggi al-mizan—Alquran. Kualifikasi rnanusia untuk mengakui rahmat berupa pengetahuan Alquran bergantung pada pelucutan egonya ketika sedang memasuki Alquran, lantaran Alquran itu bagaikan kamar Allah: di dalamnya tersimpan hukum-hukum Allah dan pengetahuan. Ia hanya bisa menghampiri-Nya dengan ketakwaan. Manusia hanya dapat mendekati-Nya dengan keikhlasan dan sikap yang baik, dengan menunggu untuk melihat rahmat-Nya, percaya bahwa tidak ada hal lain selain rahmat Allah, dan berdoa agar ia dapat melihatnya mengejawantah dalam dirinya dalam bentuk pengetahuan yang dapat dialihkan ke dalam perilaku. Inilah kualifikasinya. Jika tidak demikian, studi Alquran akan tetap menjadi "Studi-studi Keislaman." Segala sesuatu kembali kepada Allah. Setiap pengetahuan membawa manusia kembali kepada tempat dari mana ia dipancarkan, kembali kepada akar dan sumbernya.

Bumi (al-ardh) sangatlah penting bagi manusia dan merupakan bagian dari surga. Ardhiyyah, yang berarti fondasi atau lantai dasar, memberi manusia—yang secara biologis, fisiologis, mental, dan spiritual selalu bergejolak terus-menerus—kemungkinan dan kemampuan untuk mengingat jauh melampaui waktu. Dalam Alquran, Allah berfirman: Alastu birabbikum—"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Dengan melupakan segala sesuatu lainnya, ingatan bawaan yang fitri bahwa hanya ada Allah saja akan mendatangi manusia. Di muka bumi, manusia mampu mengetahui bahwa semua makhluk memenuhi sifat-sifat mereka dan berasal dari satu Pencipta.

Fakiha adalah buah-buahan. Fukaha adalah sesuatu yang menyenangkan atau memberikan kesenangan. Kenikmatan adalah pelipur lara dan kesedihan, yang memberikan ketenangan dan keseimbangan. Keadaan normal seseorang yang berserah diri dan pasrah adalah kegembiraan. Akan tetapi, jika seseorang belum sepenuhnya pasrah kepada Allah dan belum mengalami kegembiraan, maka ia pun mencari kenikmatan. Semuanya itu adalah hal-hal yang membuat manusia secara mental tidak begitu gelisah dan membuat manusia mampu memenuhi kebutuhan fisiknya agar ia bisa menaruh perhatian penuh pada pemenuhan batiniahnya.

Gambaran fisik tentang surga berbentuk metafora (mitsal): Alquran menunjukkan kepada manusia makna hari akhir dengan menggambarkan berbagai kenikmatannya. Manusia mencari buah-buahan bukan karena ada sesuatu yang bersifat spiritual tentang buah-buahan itu sendiri, melainkan karena manusia dibuat menjadi lebih spiritual setelah memuaskan nafsunya dengan buah-buahan itu. Asal-usulnya bersifat spiritual, tetapi manusia telah membesar-besarkan berbagai kebutuhan fisik dan mentalnya. Jika kebutuhan-kebutuhan itu ditiadakan, maka ia akan merasa baik-baik saja. Keadaan surga seperti inilah yang penting, bukan gambaran terinci tentangnya. Hanya saja, memang ada detail-detail tertentu bagi segenap kebutuhan setiap orang. " ... Pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang." Penciptaan mengejawantah dalam kelopak-kelopak mayang. Dari satu cabang bermunculan banyak hal. Rahmat atau kasih sayang Allah sangatlah luas dan berlimpah dalam setiap bentuk.

Kehidupan bersifat sementara dan selalu berubah dan, karenanya, tidak stabil. Bagaimana bisa seseorang memperhatikan dengan sungguh-sungguh suasana hati dan keinginan manusia yang senantiasa berubah-ubah? Apa yang diinginkan manusia sekarang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang diinginkannya lima belas tahun silam. Sekalipun demikian, ia masih mengklaim bahwa ia adalah orang yang sama lima belas tahun silam. Setelah bertahun-tahun, pengetahuan, pengalaman, dan sikapnya seluruhnya sudah berbeda. Di sisi lain, bagaimana mungkin seseorang bisa mengatakan bahwa ia telah berubah bila ia tidak mengetahui dan mengakui bahwa ada sesuatu dalam dirinya yang tidak pernah berubah? Bagaimana bisa seseorang bangun di pagi hari dan mengatakan bahwa ia telah tidur nyenyak atau tidak nyenyak bila tidak ada sesuatu dalam dirinya yang pernah tidur? "... Dia tidak dihinggapi kantuk dan tidak oleh tidur,..." (QS 2:255). Bagaimana bisa seseorang mengatakan bahwa ia sangat marah kecuali bila tidak ada sesuatu di dalam dirinya yang penuh kasih sayang? Yang paling dinginkan manusia adalah apa yang abadi (al-Baqi, Yang Mahaabadi). Setiap orang berada di jalur itu, entah ia suka atau tidak, entah ia melihatnya kini atau nanti.

Manusia diturunkan ke dunia ini untuk diuji sebagai bagian dari pendidikan (tarbiyyah)-nya. Ia diturunkan untuk mengetahui apa yang fana dan apa yang tidak, apa yang permanen dan apa yang tidak, apa yang bermakna dan apa yang tidak. Apa pun yang berubah berasal dari nafsunya. Alasan mengapa manusia tidak mampu melihat tangan Allah di balik segala sesuatu adalah bahwa ia memasukkan proyeksi dirinya sendiri. Jika ia mau mengesampingkan dirinya, maka hanya ada satu Tuhan Yang Mahabenar.

Kejatuhan dari keadaan surga ini muncul karena bangkitnya kesadaran—sebab Adam bertanya-tanya. Jika manusia ingin selalu berada di dalam surga, maka ia sehamsnya tidak berbuat demikian. Seharusnya ia menggunakan akalnya. Akibatnya, ia akan menerima jawaban atas berbagai pertanyaannya itu. Bila manusia memasuki surga dalam kehidupan ini, ia tidak peduli dengan surga masa depan, karena ia sudah merasakannya. Hasrat untuk meraih surga sudah menghilang dari hatinya. Yang tertinggal hanyalah hasrat untuk melihat wajah Allah dalam arah yang ditujunya.

وَالْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَالرَّيْحَانُ

12. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

13. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?

Segala sesuatu yang besar berasal dari hal-hal kecil. Habb adalah benih. Makna harfiah habb adalah benih yang berasal dari rerumputan. Ada banyak jenis tumbuh-tumbuhan, dan maknanya berkaitan dengan kandungan gizi yang dimilikinya. Makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan saling bergantung. Makhluk yang paling mulia, manusia, bergantung pada makhluk-makhluk yang lebih rendah karena manusia berasal dari debu. Namun demikian, manusia mencintai yang lebih tinggi karena kelembutannya. Ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya mencintai makna-makna yang lebih subtil. Nabi Muhammad saw. menyukai salat, wangi-wangian, dan wanita. Ia mencintai yang paling lembut, yakni salat, dan juga yang lebih kasar dan bersifat fisikal, yakni wanita. Begitu kebutuhan-kebutuhan fisik seseorang telah terpenuhi, ia akan mencari kepuasan yang lebih tinggi lagi dalam makna. Jika beruntung, maka ia akan meraih kepuasan fisik, yang kemudian membuat dirinya mempertanyakan makna. Sebagian besar orang pada saat kematiannya baru sekadar tujuan-tujuan kecil, jangka pendek, dan bersifat fisik, yang tidak memiliki makna apa pun.

Ke mana pun seseorang memandang, akan selalu dijumpai tanda kekuasaan Zat Yang Maha Pengasih, sekalipun dalarn sesuatu yang dipandang oleh manusia sebagai penderitaan. Semua peristiwa terjadi sesuai dengan hukum-hukum yang mengatur kehidupan, yang berasal dari sang Pemberi Hukum. Manusia mungkin tidak menyukai suatu peristiwa, tetapi hal itu lebih disebabkan oleh dirinya sendiri. Apa yang diinginkan oleh manusia tidak selalu menjadi kenyataan, tetapi apa yang diinginkan oleh Allah pasti terjadi. Jika keinginan manusia sama dengan keinginan Allah, maka akan tercipta keseimbangan sempurna dan ia akan selamat. Jika ada ketidakseimbangan, maka yang bisa dilakukan manusia adalah memohon ampunan (istighfar), lantaran ia telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum-hukum Allah.

Segala sesuatu yang dipandang oleh manusia sebagai sebuah tanda sebenarnya adalah tanda yang ganda. Kenyataan bahwa tanda itu ada tetapi tetap tak dapat dikenalinya adalah sebuah isyarat bahwa ia tertidur. Apa saja yang dialami manusia yang mengantarkannya menuju pemahaman baru yang sudah ada dalam dirinya tetapi tidak dikenali adalah lantaran ia tidak memiliki pengetahuan dan kebijakan yang cukup memadai untuk mengetahuinya. Ambillah contoh tentang seseorang yang tidak mengetahui makna ketakutan hingga ia berusia dua puluh tiga tahun, ketika ia jatuh ke dalam sebuah lubang. Makna ketakutan sudah ada dalam dirinya, tetapi ia belum pernah mengalaminya. Boleh jadi Anda belum pernah mengalami ketidakadilan, tetapi ketidakadilan itu sudah ada sejak penciptaan Adam. Pada manusia ada ketidakadilan. Inilah yang ditakutkan oleh para malaikat bakal merusak bumi. Apa pun yang Anda alami, rasakan, atau pikirkan, itulah riwayat hidup Anda. Riwayat hidup itu tidaklah menarik perhatian orang lain, sebab yang demikian itu sudah lazim dan umum bagi semua orang. Sang pencari kebenaran hanya tertarik kepada Allah saja, Tuhan Yang Mahabenar.

Apa saja yang kini dialami oleh seorang manusia sebetulnya sudah dipahami oleh orang lain sebelum dirinya. Apa saja yang kini diketahui oleh seorang manusia juga sudah diketahui oleh orang lain sebelum dirinya, meskipun setiap orang akan mengaku bahwa dirinyalah yang pertama kali mengetahuinya. Dalam hal ini, ia mengikuti apa yang dikatakan Iblis: "Aku lebih baik dari mereka." Inilah kebangkitan ego dan kejatuhan manusia.

خَلَقَ الْإِنسَانَ مِن صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ

14. Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِن مَّارِجٍ مِّن نَّارٍ

15. Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

16. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?

Manusia diciptakan dari tanah liat (shalshal). Situasi eksistensialnya bertumpu pada struktur yang kokoh. Ketangguhan dan kekokohan manusia adalah gema dari kelembutannya. Unsur sejati dan hakikinya bersifat sangat lembut. Unsur paling lembutnya membuat hati menjadi terbuka dan terbebas dari nafsu atau kesedihan. Semakin terbuka hati seseorang, semakin mampu pula hati itu mengekspresikan keterbukaan—selama hati itu berada di tempat yang kokoh. Semakin besar nilai sesuatu, semakin keras dan aman tempatnya.

Makna ganda makna dari tanda menunjukkan adanya dualitas. Segala sesuatu dalam eksistensi memiliki citra cerminannya. Bagi manusia (ins), ada jin (jinn) yang tidak kasatmata. Dari keduanya, manusia adalah makhluk yang bisa dilihat. Kata uns mengandung arti keintiman, persahabatan, perlindungan. Kata nasiya juga berkaitan dengan ins, dan memiliki arti lupa. Kata nisa' (wanita), dari akar kata yang sama, adalah orang-orang yang membuat manusia lupa kepada Allah. Arti kata nisa' berkaitan juga dengan uns, karena wanita memang memberikan ketenangan dan ketenteraman.

Jin adalah makhluk yang tidak berwujud dalam bentuk fisik padat. Jin diciptakan dari api tak berasap, sebab asap adalah pemadatan materi dan, dengan sendirinya, memiliki kepadatan. Jin mempunyai berbagai keterbatasan, seperti halnya manusia. Dengan demikian, ada semacam kesamaan antara jin dan manusia.

Jin tersembunyi, tidak nampak. Kata jinn berkaitan dengan jannah, apa yang tersembunyi, surga yang pepohonannya begitu rimbun dan lebat, sehingga seseorang tidak bisa melihat tanah. Jin diciptakan dari api yang tak berasap. Sumber jinn dan ins adalah cahaya (nur). "Allah adalah cahaya langit dan bumi,..." (QS 24:35). Ketika cahaya itu turun, ketika cahaya itu "menjasad" atau ketika memungkinkan untuk dimanifestasikan atau direfleksikan, ia pun mengambil bentuk jinn dan ins.

Apa pun yang dilihat orang adalah suatu tanda, entah itu jinn atau ins. Bagaimana rnungkin manusia bisa mengingkari berbagai anugerah ini? Setiap tanda adalah anugerah; setiap tanda adalah rezeki. Apa yang dicari manusia sekarang ini adalah keyakinan untuk mengetahui bahwa setiap saat Tuhan Yang Maha Pengasih ada di balik setiap refleksi dalam penciptaan. Dikatakan bahwa jika seorang muslim membaca surah ar-Rahman setiap hari di waktu subuh, maka ia tidak akan sengsara atau, meskipun ia tampak sengsara dalam pandangan orang lain, ia sendiri hanya akan melihat rahmat dari Tuhan Yang Maha Pengasih. Pembaca menjadi apa yang dibaca: jika ia betul-betul membacanya, maka ia akan mengetahui apa yang dibacanya.

Ke mana pun manusia menghadapkan wajahnya, selalu dijumpai ada kemurahan dan nikmat Allah. Akan tetapi, manusia menerimanya begitu saja dan tidak mengetahui lagi bahwa segala sesuatunya berasal dari Allah. Manusia lupa dan menjadi terkecoh, karena ia sudah terikat dengan apa yang ada di depannya.

Karena manusia adalah makhluk paling mulia, boleh dikata ia memiliki kemampuan untuk mendengarkan gelombang radio lainnya. Ia dapat berpaling kepada jin, tetapi yang demikian itu adalah pelanggaran dan diharamkan. Ini seperti halnya mematai-matai seseorang. Jika seseorang ingin dikenal, maka ia akan menampilkan dirinya secara terbuka. Mengapa mendengarkan gelombang siarannya bila rumahnya tertutup bagi Anda? Seorang manusia yang pasrah dan sungguh-sungguh, karena diberi anugerah ini, harus menggunakannya sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah. Nabi Sulaiman a.s. mempunyai kemampuan berbicara dengan binatang. Sewaktu sedang berjalan-jalan dengan pasukannya, ia dapat mendengar semut-semut berbicara tentang kedatangannya.

Manusia tidak bisa mentoleransi apa yang ada dalam benaknya sendiri atau dalam benak orang lain. Sekiranya saja ia bisa mendengar apa yang akan terjadi pada dirinya, ia mungkin akan menembak dirinya sendiri. Setiap sistem memiliki berbagai keterbatasan sendiri, yang sekaligus merupakan kendala dan berkah. Fakta bahwa ada hal yang tampak dan tidak tampak adalah suatu anugerah. Segala sesuatu yang ada dalam wadahnya adalah refleksi dari kesempurnaan. Jika manusia menerima keterbatasan-keterbatasan itu, maka ia pun bisa merefleksikan kesempurnaan.

رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ

17. Tuhan yang memelihara dua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara dua tempat terbenamnya.

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

18. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?

"Tuhan yang memelihara dua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara dua tempat terbenamnya." Kata gharaba, akar kata dari maghribayn, bermakna pergi jauh. Salah satu makna yang diberikan oleh Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib pada ayat ini adalah berkenaan dengan dualitas, seperti menyangkut musim. Imam ‘Ali mengatakan, "Terbitnya matahari (syuruq) di musim dingin berbeda dari terbitnya matahari di musim panas, dan terbenamnya matahari (ghurub) di musim panas berbeda dari terbenamnya matahari di musim dingin."

Ada musim panas dan ada musim dingin; keduanya ini mempunyai makna. Di musim dingin, segala sesuatunya membeku, sementara di musim panas kehidupan begitu mekar bersemi. Matahari musim dingin berbeda dari matahari musim panas. Imam ‘Ali a.s juga berkata, "Setiap hari memiliki rasi bintang (burj) dan ada tiga ratus enam puluh buruj (jamak dari burj)" Setiap hari mempunyai syuruq dan ghurub baru. Matahari memiliki garis edarnya. Terbitnya matahari dalam kehidupan ini memberikan cahaya, dan cahaya hanya bermakna bila ia memberi manusia pengetahuan. Jika ada cahaya di luar, tetapi mata tertutup, maka cahaya itu tidaklah berguna.

Ada kebangkitan kesadaran mengenai kehidupan di dunia ini dan di akhirat nanti. Masing-masing mempunyai satu syuruq, yakni kemunculan. Sudah barang tentu, ini juga berlaku bagi ghurub. Orang-orang yang ahli dalam bidang gnosis atau mengenal Allah ('irfan) dan tasawuf (tasbawwuf) sering kali menyebut-nyebut dua kebangkitan sebagai terbitnya pengetahuan di dalam hati dan akal. Sementara itu, dua keterbenaman adalah terbenamnya nafsu. Ketika akal, nalar, muncul, menghilang pulalah segala jenis asosiasi.

Ada kebangkitan bagi makhluk yang berbeda-beda, ins dan jinn, dengan masing-masing melihat terbenam dan terbitnya matahari secara berbeda pula. Tidak ada terbit tanpa terbenam. Apa saja yang maujud, apa saja yang dapat dilihat oleh seseorang, adalah satu sisi dari sekeping mata uang. Begitu ada situasi penciptaan, pastilah ada dua aspek yang mengiringinya. Pada awalnya hanya ada satu, dan pada akhirnya ada satu, dan di antara keduanya ada dua.

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ

19. Dia membiarkan dua lautan mengalir yang kemudian keduanya bertemu.

بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ

20. Di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing darinya.