Ayat 11-20

كَدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا فَأَخَذَهُمُ اللّهُ بِذُنُوبِهِمْ وَاللّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ

11. Sebagaimana halnya kaum Firaun dan kaum-kaum Sebelum mereka, mereka mendustakan ayat-ayat Kami, karena itu Allah menyiksa mereka akibat dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksanya.

Kaum Firaun dan kaum-kaum sebelum mereka meng-ingkari kekuasaan Allah yang tertinggi. Setiap akibat memiliki sebab, dan akibat ini secara bergiliran menjadi sebab bagi akibat lain. Pengalaman hidup saling berhubungan satu sama lain dalam sebuah jaring kerja. Penyimpangan dan kekafiran umat-umat itu dan penyalahgunaan kekuasa-an serta kekayaan yang mereka miliki mengakibatkan bencana alam. Ketekunan rnereka hanya diarahkan untuk tujuan niengejar kekayaan materi semata, dan meskipun tingkat teknologi mereka sangat tinggi, namun hal itu tidaklah menyelamatkan mereka: mereka kehilangan teknologi batin berupa pencerahan spiritual.

قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمِهَادُ

12. Katakan kepada orang-orang kafir: "Kalian akan dikalahkan dan akan digiring ke neraka." Dan itulah tempat peristirahatan yang paling buruk.

Katakan kepada orang-orang kafir bahwa Allah meliputi, menguasai, dan mengontrol segala sesuatu, bahwa jika mereka tidak menjalani kehidupan yang akan mengarah pada pengakuan kebenaran, mereka akan merasakan azab dan kepedihan api neraka. Tak ada tempat peristirahatan di sana, itulah gambaran neraka. Mereka yang belum sadar ketika hidup di dunia akan dipaksasadarkan pada Hari Pembalasan.

Jika seseorang tidak menyadari niat dan amalnya, maka tidak mungkin ia menyadari keadilan Allah dalam semua keadaan. Istilah "keberuntungan" sesungguhnya menyiratkan kurangnya pengetahuan kita akan parameter-parameter yang menentukan suatu hasil yang dunginkan. Ketika seseorang menganggap suatu peristiwa sebagai sebuah keberuntungan, ini berarti bahwa cara yang ditempuhnya berbeda dengan cara-cara yang lazim, dan keberuntungan ini mendatangkan hasil yang ia inginkan. Nasib buruk merupakan kebalikan dari proses ini. Seseorang memiliki tujuan tertentu, namun ia tidak mengetahui faktor-faktor yang menentukan berhasil tidakuya tujuan itu; pada titik tertentu terjadi penentangan antara faktor-faktor penghambat dan faktor-faktor penunjang tercapainya tujuan itu. Jika faktor-faktor penghambat itu menang, sehingga tujuan tersebut gagal dicapai—kita menyebutnya nasib buruk! Semakin sadar dan berilmu seseorang, semakin kurang percayalah ia akan "nasib baik" ataupun "nasib buruk." la lebih menganggapnya sebagai efisiensi atau inefisiensi.

Orang yang bodoh berusaha melindungi egonya, ia tak ingin dan tak mampu melihat keadaan sebagaimana adanya. Orang yang tidak tahu dan tahu bahwa ia tidak tahu jauh lebih baik daripada orang yang sok tahu, karena orang yang pertama lebih terbuka terhadap pengetahuan.

Sebuah hadis Nabi menyatakan, "Manusia adalah musuh dari apa yang tidak diketahuinya." Manusia pada dasarnya mencintai ilmu. Menuntut ilmu merupakan salah satu faktor pendorong hidup. Sesungguhnya manusia mencintai sifat-sifat Allah, dan salah satu sifat-Nya yang utama adalah Maha Mengetahui (al-'alim). Orang yang egois dan mementingkan diri sendiri lebih suka menyembunyikan ketidaktahuannya daripada mengakui bahwa dirinya tidak tahu. Pengetahuan utama yang perlu dikuasainya adalah pengetahuan tentang dirinya sendiri dan keadaan batininya agar ia bisa memulai proses pengembangan spiritual.

قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُم مِّثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَن يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لَّأُوْلِي الأَبْصَارِ

13. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada clna golongan yang bertempur. Segolongan berperang di jalan Allah dan segolongan lain kafir yang melibat kelompok pertama seolah-olah dua kali jumlabnya. Dan Allah memperkuat orang-orang yang Dia kehendaki dengan bantuan-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang meinpunyai mata hati.

Alquran diturunkan secara berangsur-angsur dalam periode waktu tertentu, namun pesan utamanya bersifat abadi. Maka seseorang tidak boleh jatuh terperangkap dalam perspektif sejarah Alquran, karena kebenaran Alquran berlaku sepanjang waktu.

Surah Ali ‘Imran diturunkan tak lama setelah perang Uhud yang terjadi pada tahun ketiga Hijriah. Perang Badr masih segar dalam ingatan kaum muslim. Buku-buku sejarah memperkirakan bahwa pada perang Badr Nabi memiliki 313 personil, delapan pedang, enam perisai, dan dua kuda. Sebaliknya, musuh diperkirakan berjumlah sekitar seribu, seluruhnya berkuda. Kaum muslim kurang memiliki perlengkapan fisik namun memiliki perlengkapan batin yang besar, percaya bahwa hidup ini hanyalah satu titik dari wujud keabadian. Mereka tak takut mati: merekalah hamba-hamba Allah dan karenanya mereka tak takut kepada sesama makhluk Allah.

Dari dua kelompok yang berseteru itu, satu kelompok berperang di jalan Allah, sedangkan kelompok lainnya terdiri atas suku-suku yang membayangkan kaum muslim lebih banyak jumlahnya dari yang sesungguhnya. Keberanian dan perasaan tak gentar yang dimiliki kaum muslim menyebabkan mereka terlihat jauh lebih banyak jumlahnya. Cahaya Allah akan menang bersama orang-orang yang mengabdi di jalan-Nya dan yang selalu berjuang menuju nilai-nilai yang lebih tinggi. Inilah sebuah "pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati."

Dalam Alquran Allah berfirman bahwa jika seseorang berbuat kebajikan maka pahalanya akan dilipatgandakan, tetapi jika ia berbuat dosa, ia hanya akan menerima pembalasan yang setimpal. Ini berarti bahwa kebaikan itu dibalas lebih banyak dan berlipat ganda sedangan kejahatan hanya memperoleh balasan yang setimpal.

Segala sesuatu yang dilakukan bertentangan dengan hukum alam dan norma-norma kesusilaan merupakan hal yang melampaui batas. Kata "setan" (syaithdn) memiliki makna seseorang yang "diusir," atau "yang melampaui batas" Allah. Ketika di surga, di mana tak ada dualitas, Adam tidak mengetahui apa itu dusta. Lalu setan muncul untuk memperdayakannya, Adam menganggap bahwa suara setan adalah suara Yang Mahawujud dan karenanya ia mempercayai suara itu. Ia tidak percaya bahwa setan adalah musuh, karena alam penentangan, alam dualitas, belum muncul ketika itu.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَآءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَاوَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap apa-apa yang dungmi, wanita dan anak-anak, timbunan harta berupa emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak, sawah dan ladang. Inilah kesenangan hidup di dunia, padahal di sisi Allahlah tempat kembali yang lebih baik.

Ayat ini merupakan pernyataan menggelitik tentang sifat dasar manusia. Keinginan duniawi terlihat menarik dalam pandangan manusia. Secara alami manusia mencintai emas dan perak karena keduanya merupakan simbol kekayaan. "Kuda-kuda pilihan, sawah dan ladang” juga merupakan simbol kekayaan pada masa Nabi. Sedangkan pada masa kini, kekayaan manusia diukur oleh hitungan di atas kertas atau mesin elektronik. Keinginan paling kuat dalam diri seorang manusia normal adalah keinginannya untuk berhubungan intim dengan wanita, karena dalam keadaan ini kecemasannya hilang, atau dengan kata lain, dengan wanita ia dapat merasakan kehahagian bersama. Keadaan serupa dicapai dengan mengosongkan pikiran dalam meditasi. Dapat dipahami mengapa ketika pikiran seseorang terganggu, ia mencari bentuk pemulihan fisik. Orang-orang yang terganggu pikirannya biasanya memiliki keinginan seksual yang lebih kuat dibandingkan mereka yang berada dalam kedamaian batin, namun pada akhirnya gangguan ini boleh jadi justru membawa mereka kepada titik di mana mereka justru terganggu secara seksual, karena terjangkit penyakit seksual.

Rekreasi dan permainan periu dalam hidup ini. Fakta bahwa kita diciptakan dalam rangka mengenal Sang Pencipta dan kemudian mati, dapat dihilangkan jika meditasi dilakukan secara terus-menerus. Bagaimanapun permainan perlu disertakan, jika tidak, maka akan muncul bahaya bagi diri dan orang lain. Hubungan antara pria dan wanita memiliki pengeitian sebagai sebuah kontrak yang di dalamnya masing-masing pihak menjalankan perannya. Wanita mengakui kekuasaan pria sebagai imbalan atas perlindungan dan pemberian nafkah yang diterimanya. Tanggung jawab pria berbeda dari tanggung jawab wanita. Jika sama, maka kekacauan peran ini pada akhirnya akan memporak-porandakan struktur keluarga yang normal dan mendasar. Apa yang kita saksikan di dunia Barat sekarang ini menyangkut generasi mudanya yang bermasalah merupakan akibat dari kekacauan peran tersebut, ditambah dengan semakin menipisnya nilai-nilai keluarga tradisional. Kesan glamor dari wanita karir di pabrik atau kantor sengaja diciptakan untuk menyediakan angkatan kerja yang murah dan meningkatkan produktivitas. Sedangkan budaya keluarga telah dihancur-luluhkan. Sekarang ini anak-anak pulang dari sekolah ke rumah yang kosong dan langsung menghampiri oven microwave, ketimbang menghampiri ibu atau keluarga mereka. Karenanya, tak mengherankan jika obat-obatan, alkohol, dan seks bebas, kemudian memporak-porandakan generasi muda sekarang. Pada saat proses biologi dari kelahiran terjadi dalam diri seorang wanita, sang suami, jika ia memiliki sifat mulia, mengerti, melindungi, dan mencintai istrinya, maka anak yang dilahirkan tersebut akan menjadi seorang manusia yang menjalani kehidupan yang layak sebagai makhluk Allah yang termulia.

Nabi bersabda, "Hai manusia, kalian berada dalam rumah yang sedang melakukan gencatan senjata." Dalam hidup yang singkat ini, perang dikobarkan untuk mempertaruhkan antara yang benar dan yang salah, antara kehidupan di dunia dan kehidupan akhirat. Niat dan amal yang dilakukan masing-masing individu akan menentukan hasil akhir. Karena itu, kita hidup dalam keadaan gencatan senjata. Ketika ditanya tentang penjelasan hadis ini, Nabi menerangkan bahwa dalam rumah yang sedang melakukan gencatan senjata, orang-orang diberitahu tentang tujuan penciptaan, dan mereka didorong melepaskan diri dari kekangan dunia ini dengan cara membersihkan diri dari cinta dunia.

Cinta yang berlebihan dan ketergantungan kepada keinginan-keinginan duniawi merupakan sebab dari penghambaan diri kepada dunia. Obatnya adalah bersikap sederhana dan mengambil jalan tengah hingga keinginan-keinginan tersebut terpenuhi atau lenyap dari hati kita. Seseorang yang mencintai emas tidak selamanya selalu melupakan Allah, karena emas adalah materi yang ada secara alami di dalam alam-Nya dan memiliki nilai yang berharga. Memiliki emas boleh saja asalkan tidak menimbulkan perasaan sombong, berkuasa, dan merendahkan orang lain yang biasanya timbul karena penimbunan dan penumpukan harta. Ali ibn Abi Thalib berkata, "Orang yang zuhud bukan berarti orang yang tak memiliki apa-apa; tapi orang yang tak dimiliki apa pun." Memang tidak baik tidak memiliki apa-apa, namun adalah lebih baik jika tidak dimiliki oleh apa pun.

Nafsu dan pesona duniawi merupakan fenomena alami yang tidak bisa dungkari. Setiap orang ingin menambah kekayaannya. Jika kita ingin merenungkan niat kita secara jujur, maka, melalui pengalaman, kita akan menyadari pencleritaan yang akan menimpa jika niat kita tidak ikhlas. Jika kita menggunakan perhiasan (mata') dunia ini sebagai sarana beramal dalam kehidupan yang singkat ini, maka kita mungkin akan terbebas dari kesedihan berpisah dengannya. Yang lebih banyak menentukan adalah niat ketimbang perbuatan. Mereka yang lupa bahwa ada akhir dari kehidupan ini, dan ada hidup sesudah mati, digambarkan dalam ayat lain: "Dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan Allah" (Q.S. 27: 24). Allah juga berfirman, "Kejahatan perbuatan mereka dijadikan baik dalam pandangan mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafu" (Q.S. 9: 37). Perbuatan-perbuatan kita memiliki dalih pembenaran atas-nya; perbuatan buruk seseorang boleh jadi kecil pada awalnya, namun jika tidak diawasi, maka perbuatan-perbuatan itu akan bertambah setiap harinya.

Karenanya, pencari jalan spiritual sering pergi ke padang pasir, di mana hidup bisa dijalani secara lebih sederhana. Ketika kebutuhan akan pakalan dan makanan berkurang, seseorang akan dapat lebih mudah mengalihkan perhatiannya dari dunia. Namun dalam iklim dingin, seseorang secara total bergantung pada benda-benda materi, dan karena perlindungan dan keteraturan lahiri harus dipenuhi lebih dulu, maka yang lahiri menutupi yang batini. Penyucian bermula dari permukaan luar dan kemudian menuju inti yang subtil, hingga ia menyadari bahwa sebenarnya yang lahiri dan yang batini berhubungan erat. Orang yang telah mencapai kedamaian batini secara alami akan menghindari situasi yang tidak mendukung perkembangan spiritual.

"Di sisi Allahlah tempat perlindungan yang lebih baik." Allah telah memberikan kepada kita pegangan yang dapat kita gunakan baik untuk kembali kepada-Nya maupun untuk menahan diri kita. Orang yang memiliki mata hati (bashirah) tidak akan melihat wilayah yang samar; ia melihat hanya ada dua kemungkinan manusia: kafir atau bertauhid. Pembedaan antara dua keadaan ini menjadi lebih jelas seiring seinakin tajamnya mata hati atau penglihatan batini seseorang.

Kita akan kembali ke tempat asal kita: tempat tinggal yang sebaik-baiknya. Melalui proses elektronik-kimiawi yang alami dan sangat rumit, kita berasal dari unsur-unsur Bumi. Tubuh kita ditopang oleh makanan dari Bumi, dan ke Bumi itu pula kita akan kembali. Bagian lain dalam diri kita, mh kita, dimaksudkan agar disucikan, agar menyadari dualitas—antara kebaikan dan keburukan, kesehatan dan penyakit, kemiskinan dan kekayaan—dan untuk menyadari bahwa ada satu kekuatan yang darinya seluruh makhluk berasal.

قُلْ أَؤُنَبِّئُكُم بِخَيْرٍ مِّن ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

15. Katakanlah: "Haruskah aku beritahu kepada kalian apa yang lebih baik dari semua itu?" Bagi orang-orang yang bertakwa tersedia surga-surga di sisi Tuhan mereka yang di bawahnya mengalir sungai-sungai—mereka tinggal kekal di dalamnya—dan pasangan yang suci, serta keridaan Allah. Allah Maha Melibat hamba-hamba-Nya.

Ayat ini berhubungan dengan ayat sebelumnya. Kecintaan terhadap harta, keinginan menambah kekayaan dan jumlah anak, dan semua benda yang merupakan bagian dari dunia, dijadikan indah dalam pandangan manusia. Namun, seburuk-buruk tempat kembali adalah tempat di mana tidak ada perubahan, di mana tidak ada satu pun penderitaan yang sifatnya sementara di alam tersebut. Harta laksana benda yang ditempatkan di sebuah perahu, semakin berat ia membebani lambung kapal, semakin besarlah risiko kapal itu untuk tenggelam dalam badai laut. Layar dan tiangnya yang kuat dan efisien—sama dengan kekuatan spiritual—dibutuhkan untuk membawa benda tersebut menuju pantai tujuan. Pesona harta dinetralkan oleh kekuatan spiritual.

Sebaliknya, jika kapal tersebut memiliki tiang yang kuat tetapi membawa muatan yang sedikit, maka ia akan berlayar dengan cepat mengarungi samudra, namun ia akan sampai dengan hampa. Agama yang dibawa Muhammad merupakan jalan tengah: "Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu umat pertengahan" (Q.S. 2: 143). Ia bukanlah jalan zuhud batini ataupun pembuangan. Dunia diciptakan sebagai tempat untuk berinteraksi; aspek-aspek positifnya harus dimanfaatkan secara langsung, sedangkan aspek negatifnya memiliki batas-batas yang harus dijauhi dan dihindari. Nabi merupakan guru yang dari beliaulah kita belajar di mana batas-batas tersebut terletak, dan juga bagaimana menghindari diri dari pelanggaran batas-batas tersebut.

Surga di sisi Tuhan lebih baik daripada kecintaan terhadap benda-benda duniawi "Bagi orang-orang yang bertakwa." Kata "taqwa" berarti "menunjuki diri dengan sikap takut dan hati-hati sehingga terhindar dari kesesatan." Kehati-hatian menyiratkan akan pengalaman sebelumnya terhadap situasi serupa, orang-orang yang bertakwa telah merasakan penderitaan di dunia: mereka berusaha menemukan pelipur lara dan perasaan aman dari harta benda duniawi namun mereka dikecewakan. Mereka waspada pada setiap keadaan untuk menghindari hasil yang tidak dunginkan, dan seandainya secara tak sengaja mereka ikut serta dalam situasi yang tidak menguntungkan, mereka dimaafkan, karena ketulusan mereka. Mereka yang terus mencari perlindungan pada aspek duniawi—baik pada kekayaannya, orang-orangnya, maupun kekuatan politiknya—selalu dilanda ketakutan kalau-kalau suatu saat ke-amanan yang mereka miliki kini tidak lagi mereka dapatkan kelak. Kartu-kartu plastik mereka akan diputar ulang ketika dihentikannya kekuasaan yang universal dan besar-besaran!

"Surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai” merupakan taman-taman yang menunjukkan makna suatu keadaan. Dalam hidup ini, pengalaman merasakan taman yang bersifat fisik bisa memberikan kita pengalaman merasakan keadaan batini surga, perasaan berada dalam suasana yang indah dan menyenangkan. Namun pengalaman ini tidak berlangsung selamanya, dan orang-orang yang tengah berada dalam suasana yang indah dan menyenangkan ini dapat secara tiba-tiba merasakan kesedihan dan kesengsaraan. Sesuatu yang berada di dalam taman itu memberitahu mereka bahwa kesenangan ini tak akan berlangsung selamanya, suatu saat mereka harus pergi. Kesenangan itu diakui bersifat sementara, dan karenanya mereka tidak dapat sepenuhnya menyerahkan diri mereka kepada kesenangan itu. Taman surga, yang dikatakan abadi, dialiri sungai bawah tanah yang tersembunyi dan abstrak. Air yang tidak terlihat itu dipelihara di dalam surga secara abadi.

"Pasangan yang suci” (azwaj muthahharah) mengisyaratkan tidak adanya dualitas di dalam surga; pasangan yang berlainan jenis disatukan. Di dunia ini, pria mencari wanita, orang miskin mencari kekayaan, dan orang sakit mencari kesembuhan. Di kehidupan mendatang, seluruh upaya pencarian tersebut berakhir. Pasangan yang berlainan jenis tersebut selalu bersama pasangannya; tak ada lagi percekcokan di antara keduanya. Jika seorang yang beriman memiliki keinginan yang belum terpenuhi, maka keinginan-keinginan tersebut akan dipenuhi untuk menghasilkan keseimbangan akhir.

Keadaan surga digambarkan seperti keadaan seseorang yang menerima hadiah yang tak pernah dibayangkannya. Yang Mahawujud mengetahui kondisi segala sesuatu, apa yang kurang dan mengapa. Berbagai kekurangan di dunia ini sengaja diciptakan agar kita berupaya melakukan efisiensi, yang timbul dari kebijaksanaan dan diperoleh melalui penggunaan akal. Manusia belajar bagaimana melindungi dirinya dan bagaimana caranya menjadi sukses. Efisiensi jelas menunjukkan batasan-batasan suatu perbuatan: Manusia bebas untuk berbuat, namun dalam batas-batas hukum alam. Jika ia melanggar batas-batas ini, maka kebebasannya akan terhalangi. Jika ia menyalahgunakan alam hingga melampaui batas, maka lingkungan akan rusak. Kerusakan ini mungkin sedemikian parah sehingga membinasakan kita dalam proses mengembalikan keseimbangan yang terganggu itu kepada keadaan semula. Allah menginginkan agar kita menyadari bahwa seluruh makhluk adalah kepunyaan-Nya, dan kita tak lebih dari sekadar hamba-hamba yang dicintai-Nya.

Cinta dunia hanya akan berakhir pada bencana. Jika bencana itu tidak terjadi dalam bentuk kegagalan kecil maupun besar, atau bencana di dunia ini, ia akan terjadi dalam bentuk malapetaka akhir pada saat kematian, karena siapa pun yang mencintai dunia, ia tak ingin meninggalkannya. Berbagai kekecewaan dalam hidup ini menjadikan kita waspada sehingga tidak melakukan sesuatu yang hanya berefek sementara. Harta benda duniawi merupakan rejeki, bukan untuk dungkari, tapi untuk digunakan dan dunfakkan sepanjang hidup di dunia ini. Atas alasan itulah orang-orang yang mengenali dirinya (‘irfan) selalu menghindari kebiasaan-kebiasaan. Karenanya, seorang pencari makrifat selalu mengubah tempat di mana ia meletakkan kepalanya pada malam hari setiap selang beberapa hari agar ia merasa puas. Keadaan yang senantiasa berubah ini menghindari dirinya dari terbiasa dengan lingkungannya, sehingga selalu ingat bahwa hidup ini seinentara, dan bahwa pada suatu saat nanti ia akan mati. Titik zikir ini ticlak dimaksudkan untuk menimbulkan kecemasan atau pun kegelisahan, namun untuk diresapi dalam keadaan yang penuh kedamaian batin, tanpa teriepas dari perjuangan atau kondisi lahiri seseorang.

Sebuah ayat dalam Alquran menegaskan, "Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila kamu disern kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Ketahuilah babiua Allah membatasi antara manusia dan batinya, dan kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan" (Q.S. 8: 24). Allah berfirman kepada manusia di dunia ini, bahwa kehidupan dunia hanyalah salah satu contoh dari kehidupan sesungguhnya yang abadi. Setiap kita ingin hidup abadi, keinginan yang sumbernya ilahiah, namun zat yang hidup abadi hanyalah Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri Sendiri (al-hayy al-qayyum). Sebagai makhluk kita akan mati, namun sumber Yang Mahahidup selalu bersama kita. Ketika kita menemukan kebenaran hal ini, kita akan mengerti bahwa sesungguhnya kita memuji dan menyembah Yang Mahahidup, meskipun penyembahan terhadap Yang Mahakekal ini terkadang diubah bentuknya menjadi tindakan-tindakan yang terbatas pada upaya pemeliharaan diri. Secara alami, setiap orang berkewajiban memelihara kesejahteraan fisiknya sesuai dengan kemampuannya, karena siapa pun yang mencintai Sang Pencipta akan mencintai apa yang telah diberikan Tuhan kepadanya untuk dipelihara, namun dengan cahaya kecerdasannya, manusia harus menyadari bahwa tubuh ini dilahirkan untuk mati. Karenanya, kita harus berupaya hidup secara seimbang, memenuhi kebutuhan fisik dan spiritual kita, baik jiwa maupun raga.

Orang-orang yang bertakwa (muttaqin) berkata bahwa mereka beriman kepada Allah melalui akal dan fitrah alami. Mereka paham bahwa tak ada konflik besar di dunia ini yang tak dapat diselesaikan oleh satu kekuatan yang mendominasi lainnya. Misalnya, kita semua menyadari bahwa kita akan mati meskipun sebenarnya kita tidak ingin mati. Inilah konflik yang tak bisa diselesaikan hingga kita menjadi kecewa dengan sifat ego (nafs) kita sendiri. Ketika jiwa yang rendah dikalahkan oleh jiwa yang lebih tinggi melalui makrifat dan pencerahan, barulah konflik ini terselesaikan.

Tindak kejahatan terbesar yang dilakukan seseorang terhadap dirinya adalah melupakan Allah dan kebenaran kitab-Nya. Lupa akan Allah berasal dari lupa akan kematian. Ketika seseorang berkata bahwa ia telah menemukan kebenaran, ia sesungguhnya mengakui bahwa kebenaran memang sudah ada sebelumnya, namun jalan yang ia tempuh selama ini tidak mengantarkan dirinya kepada Kebenaran itu. Ia juga mengetahui bahwa ia tidak akan pernah menemukan kepuasan menyelumh dari manusia manapun. Perihal manusia, Alquran menyatakan: "Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain' (Q.S. 2: 36). Dalam diri kita terdapat kekuatan baik dan buruk. Jika seseorang tidak berupaya menyucikan jiwanya, maka kekuatan yang ada dalam dirinya itu akan menimbulkan sindrom dua kepribadian—kepribadian baik dan kepribadian buruk— di mana kepribadian buruk akan mengalahkan kepribadian baik.

Seiring bertumbuhnya iman seseorang, kebijaksanaan lahirinya dan kemampuannya membedakan antara yang baik dan yang buruk juga tumbuh. Ia menjadi lebih tangkas dalam penggunaan waktu dan aset yang telah diberikan kepadanya untuk bekerja. Sensitivitasnya yang bertambah menghasilkan efektifitas yang lebih besar.

اَلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَاوَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

16. Yaitu orang-orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah k.am.i clari siksa neraka."

Makna sesungguhnya dari ampunan dapat ditemukan dalam akar kata memohon ampunan (istighfar) yaitu ghafara yang berarti "menutupi, melindungi, mengoreksi." Memohon ampun berarti memohon perlindungan dari akibat kesalahan masa lampau, dan memohon keselamatan agar terhindar dari terus berbuat salah yang mengakibatkan bahaya. Kita mengetahui makna api sebagai perwujudan fisik yang tanpanya kita tak mampu bertahan hidup. Bahkan sistem syaraf kita didasarkan atas rangsangan-rangsangan elektrik yang merupakan bentuk halus dari api. Tanpa api Matahari, keseimbangan ekologi Bumi tidak akan bertahan. Neraka batin dirasakan oleh setiap orang dalam bentuk amarah, kesedihan mendalam, kekafiran, ketamakan, kebencian, dan keirihatian. Ketika waktu terhenti, sebagaimana yang akan terjadi kelak, pengalaman merasakan neraka batin, jika terus dikobarkan dalam hidup ini, akan tems dialami pada kehidupan yang akan datang. Pada kehidupan yang akan datang, seseorang tidak akan mampu lagi berbuat apa pun, ia hanya pasrah pada ketentuan Allah, karena kehidupan yang akan datang adalah alam yang tidak akan berubah. Hanya di kehidupan inilah kita memiliki sejumlah kebebasan untuk mengambil inisiatif.

Kebebasan tidak memiliki makna kecuali jika ada batasan. Demikian pula, seseorang tidak dapat mengetahui makna kebenaran kecuali jika ia mengetahui apa itu dusta. Ketika Adam berada di dalam surga, ia tidak mengetahui dualitas kebenaran dan kebatilan. Ketika setan mengenalkan kepadanya makna dusta, maka kesadarannya muncul. Turunnya Adam ke Bumi dari satu sisi berarti awal kebangkitan kesadarannya. Seandainya ia tidak turun, ia akan tetap dalam keadaan rugi dan tidak bisa membedakan kebahagiaan, persis seperti binatang. Namun ketika ia menyadari adanya perangkap, ia akan tersadar bagaimana cara membebaskan diri dari perangkap itu. Sebagai keturunan Adam, kita datang di kehidupan dunia ini dalam rangka memperoleh kesadaran dengan cara mengalaminya sendiri. Meskipun kita sering mengklaim bahwa kita beramal karena Allah, namun sebenarnya kita pun mengakui bahwa pada dasarnya kepatuhan kita kepada-Nya didorong oleh keinginan kita sendiri: "Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri;dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri' (Q.S. 17: 7).

اَلصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأَسْحَارِ

17. Yaitu orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, dan yang memohon ampim pada saat sahur.

Ada dua jenis kesabaran, yaitu sabar negatif dan sabar positif. Bersikap sabar terhadap kejahatan padahal ia mampu mengatasinya berarti menyalahgunakan kesabaran. Hanya ketika tidak mungkin lagi baginya melakukan perbuatan apa pun melawan kejahatan tersebut barulah ia boleh menunggu waktu yang tepat untuk berpindah dari situasi ini.

Manusia harus sabar dengan keinginan dan pengharapannya. Kebiasaan masa silam tak bisa diubah dalam sekejap, sebagaimana halnya postur tubuh yang jelek yang telah berkembang sepanjang hidup tidak bisa diposisikan kembali secara benar dalam waktu seminggu. Segala sesuatu membutuhkan waktu untuk pemulihan. Allah telah mengindikasikan hal ini dengan sebuah pemmpamaan di mana Dia menciptakan langit dan Bumi dalam enam hari (periode). Segala sesuatu harus mengikuti perjalanannya masing-masing, sejak ia muncul dari ketiadaannya.

Ketika seseorang mulai menapaki jalan yang positif, kesabaran sangat dibutuhkan, karena ego yang rendah selalu berupaya menipu kita. Setan selalu hadir dan untuk mengalahkannya kita harus mempelajari tipu-dayanya. Terkadang ia datang kepada kita melalui emosi kita, Terkadang melalui alasan yang mendorong kita berbuat salah. Rahasia bersikap sabar adalah dengan bersikap tak sabar kepada ego, tak sabar terhadap kesalahan kita, terhadap kurangnya kesadaran kita, pengabaian kita, ketamakan, dan kemalasan. Kita melatih kesabaran ini dengan cara memaafkan kesalahan orang lain, mengajarkan mereka dengan penuh kasih-sayang dan pengertian.

"Merekalah orang-orang yang benar" (shadiqin) berarti mereka yang sadar akan asal-usulnya, yang memiliki sifat-sifat mulia. Asal kita adalah kebenaran, dan setiap kita diprogram untuk mencari kebenaran tersebut. Ketika seseorang mengenali dirinya, maka ia akan tabah, baik dalam keadaan lemah maupun kuat. Dengan pemikiran itu, ia akan menyadari bahwa rasa syukur sangatlah penting di saat-saat kehidupan dirasakan sulit, ketika dirinya sangat lemah dan tak memiliki rasa aman secara lahiri. Sebenarnya inilah waktu terbaik. Ketika waktu ini berlalu, ia akan mengingatnya kembali sebagai fondasi bagi kekuatan batininya. Kebenaran berarti bahwa kita datang dari hal yang tak diketahui dan kita akan kembali kepada hal yang tak diketahui itu; sepanjang perjalanan ini, tugas kita adalah mencari tahu. Jika kita selalu mengingat hal ini, jika kita mengakui kelalaian kita dan menghadapi kelemahan kita secara tangkas, maka kita akan mampu mengatasi kelalaian dan kelemahan itu secara positif dan menyenangkan. Jika sebaliknya kita menyembunyikan kelalaian dan kelemahan itu, dengan meniup balon ego, maka kematian akan menghancurkan mitos yang telah kita ciptakan. Namun, jika kita senantiasa mampu mengendalikan ego kita, maka kematian tak akan menimbulkan ketakutan, karena, seperti halnya peralihan dari tidur kepada bangun, maka peralihan dari hidup kepada kematian akan tampak jelas. Ruh akan meninggalkan tubuh dan berpindah ke alam yang tak berdimensi ruang dan waktu.

Kata turunan lain dari akar kata shadiqin yang bermakna "orang-orang yang benar" adalah "pemberian derma" (shadaqah). Dengan memberikan derma, seseorang menegaskan kebenaran bahwa ia tidak memiliki apa pun. Ketika para pengemis di belahan dunia Timur datang ke rumah-rumah sambil berkata, "Berilah kami kekayaan Allah!," mungkin kedengarannya kasar dan sombong, namun apa yang mereka minta sebenarnya adalah hak mereka. Kekayaan adalah milik Allah. Mereka yang memperoleh amanat kekayaan ini diberikan tanggung jawab besar agar menggunakannya secara layak untuk membantu mereka yang tidak diberikan. Dalam permintaannya, pengemis itu mempertanyakan bagaimana sang pemilik rumah bisa tidur dengan nyenyak sementara kelebihan harta mengelilinginya, dan bagaimana, ketika mati, ia akan mempertanggungjawabkannya. Sedekah berarti memberi untuk merefleksikan kebenaran akan kedermawanaan Allah yang tak terbatas.

"Orang yang tunduK' (al-qanitin) adalah mereka yang menyatakan penghambaannya kepada Allah. Mengangkat tangan dalam qunut merupakan perwujudan lahiri akan ketaatan dan kerendahan hati di hadapan Allah. Jika seseorang secara lahiri menaati hukum-hukum alam, menerimanya, bekerja dalam batas-batasnya, dan tidak melanggarnya, maka sikap lahirinya akan terekspresi secara batini dalam bentuk syukur, taat, dan damai.

"Mereka yang membelanjakan" kekayaan dan tenaga mereka untuk hal-hal yang dibutuhkan akan memberikan apa yang mereka sayangi, bukan apa yang tak ingin mereka miliki lagi. Misalnya, orang tua mungkin akan melakukan pekerjaan yang menakutkan sekalipun demi memberikan pendidikan yang baik bagi putranya hanya untuk meyakinkan bahwa setelah tamat, sang anak akan keluar dari rumahnya. Sang anak boleh jadi tidak mau melakukan hal ini karena sang ayah tidak membelanjakannya untuk hal yang sesungguhnya dibutuhkan: kasih sayang, pengertian, cinta kasih dan perhatian, namun lebih pada masalah uang atau pendidikan formal. Kita sering memberikan apa yang kita pikir penting, bukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan.

"Mereka yang memohon ampun pada saat sahur." "Ashar adalah paruh akhir malam sebelum fajar, ketika segalanya sunyi dan kekhusyuan batini mudah dilakukan. Namun apa gunanya memohon, berdoa, dan bermeditasi pada saat itu jika pada siang harinya kita berada dalam keadaan kacau dan bimbang? Sebelum fajar, seluruh unsur lahiri berada dalam keadaan tenang. Inilah waktu yang tepat untuk perenungan yang dalam dan abstrak. Alquran menyatakan: "Dirikanlah salat sejak Matahari tergelincir hingga gelap malam, dan dirikan pula salat subuh; sesungguhnya salat subuh itu disaksikan" (Q.S. 17: 78).

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْالْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

18. Allah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang memelibara makhluk-Nya dengan keadilan, sebagaimana para malaikat dan orang-orang yang memiliki pengetahuan bersaksi. Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi MAllahijaksana.

Tak ada zat yang patut disembah kecuali Dia. Dialah zat Yang Maha Esa (ahad). Dia tidak hanya sekadar Yang Pertama (wahid), karena yang pertama menyiratkan adanya yang kedua dan merupakan permulaan perhitungan. Ketunggalan mengawali hal ini, yang bermakna bahwa Dialah Yang Mahawujud yang dari-Nya seluruh makhluk dan perbuatan berasal. Yang Mahawujud menyaksikan zat-Nya sendiri, Dia Mahahidup, Maha Berdiri Sendiri, Maha Mengetahui, dan Maha Mendengar. Allahlah saksi bagi zat-Nya sendiri. Jika kita benar-benar ingin menyaksikan, maka kita harus berhenti menyaksikan hal lain kecuali menyaksikan-Nya, karena hal-hal lain hanyalah perwujudan-Nya. Para malaikat menyaksikan bahwa tak ada Tuhan kecuali Dia karena mereka tidak memiliki pilihan. Merekalah kekuatan yang turut serta menyatukan bagian-bagian alam yang terlihat ini. Orang-orang yang memiliki iman dan meneliti dalam dirinya akan menyadari dengan keyakinannya bahwa segala sesuatu selain Allah tidak bisa diterima, karena hal itu tidaklah benar.

"Para malaikat dan orang-orang yang memiliki pengetahuan" menegakkan keadilan (qisth). Keadilan di alam ini didasarkan atas sebuah ukuran (qadr), sebagaimana dinyatakan dalam Alquran: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran" (Q.S. 54: 49). Keadilan berarti bahwa ada hukum yang mengatur, baik yang terlihat maupun tak terlihat. Tanpa hukum ini, maka terjadilah kekacauan.

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ

19. Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam. Orang-orang yang telah diberikan al-Kitab berselisih hanya setelah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Risalah dan pengetahuan yang diwahyukan kepada para nabi seluruhnya sama: ia merupakan peta menuju jalan kepada ketaatan dan ilmu Yang Mahawujud.

"Transaksi hidup" (din) biasanya diterjemahkan sebagai "agama." Kata ini berhubungan dengan kata "dayn" yang berarti "hutang." Kata kerjanya bermakna "mengambil pinjaman, meminjam, tunduk, dan rendah hati." Jadi "transaksi hidup" yang benar adalah dengan menghormati hutang yang diberikan Allah. Seluruh agama yang ada sebelum Alquran sama.

Ahlul Kitab, baik Yahudi, Kristen, maupun lainnya, tidak berbeda satu saina lain kecuali dalam hal budaya atau sejarahnya. Namun kemudian banyak di antara mereka yang menyeleweng dan melanggar risalah yang telah diberikan kepada mereka di masa lampau. Cinta dunia menjadikan mereka menafsirkan risalah sesuai dengan selera mereka sendiri. Semua manusia menjadi sasaran penyelewengan ini dengan mengambil dari ajaran aseli apa yang mereka butuhkan untuk membenarkan perbuatan mereka atau memaafkan kesalahan mereka. Apa pun yang manusia kerjakan secara berulang-ulang akan menjadi menarik dan memiliki pembenaran sendiri, karena ia merupakan makhluk kebiasaan. Inilah salah satu tabir yang menghalangi makhluk hidup dari pengetahuan akan hakikat hidup.

Jika kita mencari kebatilan, kita akan menemukannya. Dan jika kita mencari kesempumaan, kita juga akan menemukannya. Jika kita menggunakan mata hati kita, kita akan menemukan kesempurnaan di setiap makhluk, sedangkan jika kita menggunakan mata lahiri kita, kita akan menemukan banyak kekurangan pada mereka. Hamba Allah adalah hamba yang penuh dengan harmoni dan kepuasan batini di samping perjuangan dan usaha lahiri.

Tak ada seorang pun yang bebas atau terpisah dari dunia ini. Dunia adalah segala apa yang telah kita perbuat, dan kita tidak bisa lari dari tanggung jawab. Ketika sebuah nuklir meledak, kita semua menderita. Siapa pun dari anggota masyarakat yang telah merusak lingkungan akan menderita akibat kerusakan tersebut bersama orang lain yang tidak merusakuya. Sementara itu, jika seseorang rajin dan berusaha mengerjakan yang terbaik, setidaknya ia akan lebih siap menerima apa yang akan terjadi kemudian.

Sungguh beruntunglah orang yang mampu merenungi amal dan niatnya serta mau mempertanggungjawabkannya. Keinginan untuk merenungkan timbangan perbuatan, membantu manusia dalam melakukan koreksi diri secara spontan. Jika kita menyadari perbuatan kita dan mengetahui alasan mengapa kita melakukannya ketika itu, maka tak akan ada catatan yang disembunyikan; tak ada yang disembunyikan dari waktu ke waktu.

فإنْ حَآجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ وَقُل لِّلَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ وَالأُمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُواْ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاَغُ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

20. Maka jika mereka berselisih denganmu, katakanlah: "Aku menyerahkan diriku sepenuhnya kepada Allah, dan demikian pula orang-orang yang mengikutiku." Dan katakanlah kepada mereka yang diberikan al-Kitab dan orang-orang yang ummi: "Apakah kalian tunduk?" Jika mereka tunduk, maka sesungguhnya mereka mengikuti jalan yang benar, tapi jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan risalah. Dan Allah melihat seluruh hamba-Nya.

Jika dengan dalih tertentu, seseorang dihadapkan pada sebuah argumen atau perselisihan, ia mungkin dapat menjawab dengan mengatakan bahwa ia telah tunduk kepada Allah dan mengikuti jalan-Nya. Baik .menerima dan mengerti maupun tidak. Mendiskusikan Islam dengan orang yang egois dan bodoh sama halnya dengan mendiskusikan warna-warna beragam dengan orang buta.

"Orang-orang yang ummi" merujuk kepada orang-orang Mekah. Mereka tidak mempunyai kitab ataupun nabi yang berasal dari kalangan mereka. Di sisi lain, ketika itu kebanyakan orang Madinah adalah Ahlul Kitab, Yahudi dan Kristen. Nabi mendorong manusia untuk membaca dan menulis. Ali merupakan orang pertama yang mencatat apa yang disabdakan Nabi, dan demikian pula para sahabat menulis dan mencatat ayat-ayat Alquran.

Allah memberitahukan kita melalui ayat ini bahwa jika manusia memeluk Islam, maka mereka akan menyadari bahwa Islamlah jalan petunjuk; jika mereka tidak menyadari, maka kewajiban kita hanyalah memberikan kabar ini kepada mereka, memberitahukan dengan cara yang bisa dipahami secara baik oleh orang yang mendengarkannya. Wajib bagi seorang muslim menyampaikan kabar gembira ini; mungkin ia akan ditolak, namun itu merupakan sesuatu yang berada di luar kendalinya. Kata yang digunakan dalam ayat ini, baldgh (penyampaian risalah), bermakna kebijaksanaan yang dalam. Balaghah, atau kefasihan yang melekat, berasal dari akar kata yang sama.