') //-->
Islam adalah keduanya (Al Quran dan Ahlul Bait) yang tidak akan terpisah hingga akhir zaman, hingga kehadiran Ahlul Bait Rasulullah yang terakhir, Imam Mahdi afs yang dinanti-natikan. Ahlul Bait adalah madrasah yang paling komplit yang mengandung berbagai khazanah ke- Islaman. Madrasah ini telah terbukti menghasilkan kader-kader yang mumpuni dan telah mempersembahkan karya-karya cemerlang bagi kehidupan umat manusia
Sepanjang
sejarah perjalanan umat manusia, polemik dan perbedaan pendapat telah menjadi
keniscayaan tersendiri yang tak terelakkan. Adanya paradigma (cara pandang)
yang berbeda pada umat manusia adalah konklusi dari dua jalan (kebajikan dan
kejahatan) yang telah diilhamkan Allah SWT dalam diri setiap manusia (baca
Qs. 90:10).
Oleh karenanya, keberadaan tolok ukur kebenaran yang menjadi rujukan semua pihak adalah suatu keniscayaan pula, yang eksistensinya bagian dari hikmah Ilahi. Allah SWT telah menurunkan kitab pedoman yang merupakan tolok ukur kebenaran dan menjadi penengah untuk menyelesaikan berbagai hal yang diperselisihkan umat manusia.
Allah SWT berfirman: "Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah
mengutus para Nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan
diturunkan-Nya bersama mereka kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan."
(Qs. Al-Baqarah : 213).
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia tanpa bimbingan dan petunjuk Ilahi akan
berpecah belah dan bergolong-golongan. Penggalan selanjutnya pada ayat yang
sama menjelaskan pula, bahwa kedengkian dan memperturutkan hawa nafsulah yang
menyebabkan manusia terlibat dalam perselisihan dan perpecahan.
Kebijaksanaan Ilahilah yang kemudian menurunkan sang Penengah (para nabi as)
yang membawa kitab-kitab yang menerangi. Kitab-kitab Ilahiah terutama Al
Quran memberikan petunjuk dan arahan yang jelas tentang kebenaran yang
seharusnya ditempuh umat manusia.
Namun hawa nafsu, kedengkian, kedurhakaan dan juga kebodohan telah
menjerumuskan manusia jauh berpaling dari mata air jernih kebenaran.
Puluhan ribu nabi telah diutus sepanjang sejarah hidup manusia di segala
penjuru dunia. Umat Islam meyakini mata rantai kenabian bermula dari Nabi
Adam as dan berakhir di tangan Muhammad SAW dan tidak ada lagi nabi
sesudahnya.
Ditutupnya kenabian hanya bisa sesuai dengan hikmah dan falsafah diutusnya
para nabi bila syariat samawi yang terakhir tersebut memenuhi seluruh
kebutuhan umat manusia, di setiap masa dan di setiap tempat. Al Quran sebagai
kitab samawi terakhir telah dijamin oleh Allah SWT keabadian dan keutuhannya
dari berbagai penyimpangan hingga akhir masa.
Akan tetapi secara zahir Al Quran tidak menjelaskan hukum-hukum dan ajaran
Islam secara mendetail. Oleh karenanya penjelasan perincian hukum menjadi
tanggung jawab nabi untuk menerangkannya kepada seluruh umatnya.
Sewaktu Nabi Muhammad SAW masih hidup tanggung jawab itu berada dipundaknya.
Karena itu hadits-hadits Nabi Muhammad SAW menjadi hujah dan sumber autentik
ajaran Islam. Namun apakah semasa hidupnya, Rasulullah SAW telah menjelaskan
seluruh hukum dan syariat Islam kepada seluruh umat?
Kalau tidak semua, siapa yang bertanggung jawab untuk menjelaskannya? Siapa
pula yang bertanggung jawab menengahi silang sengketa sekiranya terjadi
penafsiran yang berbeda tentang ayat-ayat Al Quran dalam tubuh umat Islam?
Saya sulit menerima jika dikatakan tanggung jawab penjelasan syariat Islam
pasca Rasul jatuh ke tangan para sahabat. Sementara untuk contoh sederhana
sahabat sendiri berbeda pendapat bagaimana cara Rasululullah melakukan wudhu
dan salat yang benar, padahal Rasul mempraktikkan wudhu dan salat
bertahun-tahun di hadapan mereka.
Untuk persoalan wudhu saja mereka menukilkan pendapat yang berbeda-beda,
karenanya pada masalah yang lebih rumit sangat mungkin terjadi penukilan yang
keliru. Ataupun tanggung jawab penafsiran Al Quran jatuh kepada keempat imam
mazhab yang untuk sekadar menafsirkan apa yang dimaksud debu pada surah Al-Maidah
ayat 6 saja sulit menemukan kesepakatan.
Kata mazhab Syafi'i debu meliputi pasir dan tanah, tanah saja kata Hanbali;
tanah, pasir, batuan, salju dan logam kata Maliki; tanah, pasir dan batuan
kata Hanafi (al-Mughniyah, 1960; Al-Jaziri, 1986).
Petunjuk Umat
Islam hanya dapat ditawarkan sebagai agama yang sempurna, yang dapat memenuhi
segala kebutuhan manusia jika di dalam agama itu sendiri tidak terdapat
perselisihan dan perpecahan. Karenanya, hikmah Ilahi meniscayakan adanya
orang-orang yang memiliki kriteria seperti yang dimiliki Nabi Muhammad SAW
untuk memberikan bimbingan kepada umat manusia di setiap masa tentunya selain
syariat.
Ilmu yang mereka miliki tidak terbatas dengan apa yang pernah disampaikan
Nabi Muhammad SAW (sebagaimana maklum Nabi tidak sempat menjelaskan semua
tentang syariat Islam) namun juga memiliki potensi mendapatkan ilmu langsung
dari Allah SWT ataupun melalui perantara sebagaimana ilham yang diterima Siti
Maryam dan ibu nabi Musa as (Lihat Qs. Ali-Imran : 42, Thaha:38).
Mereka menguasai ilmu Al Quran sebagaimana penguasaan nabi Muhammad SAW
sehingga ucapan-ucapan merekapun merupakan hujjah dan sumber autentik ajaran
Islam. Masalah ini berkaitan dengan Al Quran sebagai mukjizat, berkaitan
dengan kedalaman dan ketinggian Al Quran, sehingga hukumnya membutuhkan
penafsir dan pengulas.
Al Quran adalah petunjuk untuk seluruh ummat manusia sampai akhir zaman
karenanya akan selalu berlaku dan akan selalu ada yang akan menjelaskannya
sesuai dengan pengetahuan Ilahi. "Sungguh, Kami telah mendatangkan kitab
(Al Quran) kepada mereka, yang Kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Qs. Al-A'raf :52).
Pada ayat lain, Allah SWT berfirman, "Dan Kami tidak menurunkan kepadamu
al-Kitab ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang
mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman. " (Qs. An-Nahl : 64).
Dengan pemahaman seperti ini maka jelaslah maksud dari penggalan hadits Rasulullah,
Kutinggalkan bagi kalian dua hal yang berharga, Al Quran dan Ahlul Baitku.
(HR Muslim). Bahwa keduanya Al Quran dan Ahlul Bait adalah dua hal yang tak
terpisahkan hingga hari kiamat, memisahkan satu sama lain akibatnya adalah
kesesatan dan di luar dari koridor ajaran Islam itu sendiri.
Penyimpangan
Rasul menyebut keduanya (Al Quran dan Ahlul Baitnya) sebagai Tsaqalain yakni
sesuatu yang sangat berharga. Keduanya saling melengkapi dan tidak dapat
dipisahkan. Penerus nabi adalah orang-orang yang tahu interpretasi ayat-ayat
Al Quran sesuai dengan makna sejatinya, sesuai dengan karakter esensial
Islam, sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT.
Rasulullah menjamin bahwa siapapun yang bersungguh-sungguh dan berpegang pada
kedua tsaqal ini, maka tidak akan pernah mengalami kesesatan. Kemunduran dan
penyimpangan kaum Muslimin terjadi ketika mencoba memisahkan kedua tsaqal
ini.
Islam adalah keduanya (Al Quran dan Ahlul Bait) yang tidak akan terpisah
hingga akhir zaman, hingga kehadiran Ahlul Bait Rasulullah yang terakhir,
Imam Mahdi afs yang dinanti-natikan. Ahlul Bait adalah madrasah yang paling
komplit yang mengandung berbagai khazanah ke- Islaman. Madrasah ini telah
terbukti menghasilkan kader-kader yang mumpuni dan telah mempersembahkan
karya-karya cemerlang bagi kehidupan umat manusia.
Imam Ja'far Shadiq (fiqh), Jalaluddin Rumi (tasawuf), Ibnu Sina (kedokteran),
Mullah Sadra (Filsafat), Allamah Taba'tabai (tafsir) dan Imam Khomeini
(politik), sebagian kecil orang-orang besar yang terlahir dari madrasah ini. (Ismail
Amin).