') //-->
Sihir merupakan perbuatan ekstraordinari yang terkadang sama dengan sulap dan permainan akrobatik. Dan terkadang memiliki sisi kejiwaan, fantasi, dan diktasi. Dan terkadang dengan pemanfaatan atribut asing fisika dan kimia sebagian dari benda-benda dan unsur-unsur dan terkadang dilakukan melalui bantuan setan-setan. Para penyihir adalah orang-orang tersesat dan pencinta dunia yang pokok pekerjaannya adalah menyelewengkan hakikat-hakikat. Dan pada umumnya menarik perhatian banyak orang terhadap khurafat dan delusi dan semakin meluaskan pengaruhnya. Jelas bahwa dengan menambah tingkat pengetahuan masyarakat mungkin merupakan sebaik-baik cara dan tips untuk berhadapan dan menangkal sihir ini.
Dalam hadis-hadis yang dinukil dari para maksum disebutkan kecaman terhadap sihir dan larangan untuk menggunakan sihir.
Fukaha Islam sepakat menyatakan bahwa belajar sihir dan mengerjakan perbuatan-perbuatan majik dan sihir adalah haram kecuali untuk menangkal sihir para penyihir tidak ada jalan lain kecuali mempelajarinya, bahkan terkadang hukumnya adalah wajib kifai yang mengharuskan sebagian orang untuk belajar sihir sehingga ia dapat menangkal dan membongkar kedok para pendusta yang ingin menipu dan menyimpangkan masyarakat dengan cara ini. Untuk melenyapkan pengaruh sihir dalam riwayat orang-orang dianjurkan untuk membaca ayat-ayat tertentu dan membaca doa untuk melenyapkan pengaruh sihir.
1.Yang terkait dengan intrik, sulap, kecekatan, ketangkasan dan sama sekali tidak ril dan mengandung hakikat sebagaimana yang kita baca pada ayat, “Maka tiba-tiba tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang kepada Musa seakan-akan merayap cepat lantaran sihir mereka.” atau pada ayat lainnya seperti, “Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).” Dari ayat ini menjadi jelas bahwa sihir tidak mengadung hakikat sehingga mampu menguasai dan mengatur atas segala sesuatu dan memberikan pengaruh melainkan semata-mata permainan ketangkasan dan sulap para penyihir yang menampilkan demikian.
2.Dari beberapa ayat al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa sebagian jenis sihir dapat memberikan pengaruh seperti ayat di bawah ini yang menyatakan bahwa mereka belajar sihir untuk memisahkan suami dari istrinya, “(Akan tetapi), mereka (menyalahgunakan hal itu dan) hanya mempelajari dari kedua malaikat itu apa dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya.” (Qs. Al-Baqarah [2]:102) Atau redaksi ayat lainnya pada ayat-ayat di atas yang menyatakan bahwa mereka belajar untuk merugikan diri mereka sendiri, “Mereka (hanya) mempelajari sesuatu yang dapat mendatangkan mudarat bagi (diri) mereka sendiri dan tidak memberi manfaat.” (Qs. Al-Baqarah [2]:102) Namun apakah sihir hanya berpengaruh pada jiwa atau juga memiliki pengaruh pada badan dan pengaruh pada jasmani? Pada ayat-ayat di atas tidak disinggung masalah ini, karena itu sebagian meyakini pengaruh sihir hanya pada jiwa.
Bagaimanapun dalam sebuah klasifikasi dapat dikatakan bahwa sihir merupakan sebuah perbuatan ekstraordinari yang menyisakan pengaruh pada manusia dan terkadang merupakan sejenis permainan ketangkasan dan sulap, dan terkadang memiliki dimensi kejiwaan, fantasi dan diktasi, dan terkadang dengan menggunakan unsur-unsur asing fisika dan kimia sebagian benda dan unsur, terkadang dilakukan melalui bantuan setan. Akan tetapi para penyihir adalah orang-orang yang menyimpang dan penyembah dunia dimana pokok kerja mereka adalah menyelewengkan kebenaran dan hakikat.
Pada masa kita, karena banyak karakteristik benda-benda dan unsur-unsur yang tersembunyi bagi masyarakat kini telah tersingkap, dan bahkan buku-buku dalam masalah keajaiban ragam makhluk telah ditulis, fakta sebagian besar sihir para penyihir telah jelas dan banyak hal dari senjata ini telah direbut dari para penyihir. (misalnya karakteristik kimia, unsur-unsur atau sebagian karakteristik cahaya). Akan tetapi bagaimanapun, sihir bukanlah sesuatu yang keberadaannya dapat diingkari dan seluruh bentuknya disebut sebagai khurafat, sebagian bentuk sihir hingga kini masih tersebar dan kenyataannya masih belum dikenal seperti apa yang dilakukan oleh para pertapa India.
Dalam pandangan Islam, pada kebanyakan perkara, sihir menyebabkan tersesatnya manusia dan menyelewengkan kebenaran serta mengguncang dasar keyakinan orang-orang awam. Dalam sebagian hadis yang dinukil dari para maksum yang mengecam sihir dan melarang orang untuk mempraktikkanya:
“Baginda Ali bersabda: “Barang siapa yang belajar sihir, sedikit atau banyak maka ia telah kafir dan ia telah memutuskan hubungannya dengan Tuhan….” Karena itu dalam pandangan Islam, mengerjakan, belajar, mengajarkan, mencari harta dengan mempraktikkan sihir adalah terlarang dan haram hukumnya serta termasuk dosa besar. Sebagian riwayat memandang belajar dan mengajarkan akan menyebabkan kekufuran.
Fukaha Islam sepakat menegaskan bahwa belajar dan mempraktikkan sihir adalah haram. Akan tetapi tiada masalah apabila mempelajari sihir dilakukan untuk menangkal dan melawan sihir dan untuk menangkalnya hanya dapat dilakukan dengan mempelajari sihir, bahkan terkadang hukumnya wajib (kifâi) yang mengharuskan sebagian orang untuk belajar sihir sehingga ia dapat menangkal dan membongkar kedok para pendusta yang ingin menipu dan menyimpangkan masyarakat dengan cara ini.
Dalil pengecualian adalah hadis yang dinukil dari Imam Shadiq As yang bersabda, “Salah satu penyihir dan tukang magik yang menerima upah dari praktik sihir datang kepada Imam Shadiq As dan berkata, “Keahlian saya adalah sihir dan saya menerima upah dari keahlian itu. Biaya hidup saya juga tersedia dari sihir. Dengan segala penghasilan itu, saya telah berangkat ke Baitullah dan menjalankan ibadah haji, akan tetapi saya telah meninggalkan (sihir) itu dan telah bertaubat. Apakah ada jalan keselamatan bagiku?
Imam Shadiq As bersabda: “Bukalah simpul sihir itu akan tetapi jangan engkau lepaskan simpul ilmu sihir itu.”
Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah mempelajari sihir dan mempraktikkanya apabila dimaksudkan untuk membuka simpul sihir (menangkal sihir).
Demikian juga dalam hal lain, Islam memandang boleh mempelajari sihir di antaranya:
1. Mempelajari sihir untuk melenyapkan pengaruh sihir pada orang yang terkena sihir.
2. Mempelajari sihir untuk menangkal dusta orang-orang yang mengklaim diri sebagai nabi.
3. Mempelajari sihir untuk melawan sihir para penyihir.
Pada sebagian kitab dan riwayat terdapat anjuran membaca ayat-ayat dan doa-doa tertentu untuk melenyapkan sihir. Di sini kami akan menyebutkan beberapa dari ayat dan doa tersebut sebagai contoh:
1. Muhammad bin Isa bertanya kepada Imam Ridha As tentang sihir: “Sihir itu ada dan memberikan pengaruh dengan izin Allah Swt. Bilamana engkau disihir maka angkatlah tanganmu di hadapan wajahmu dan bacalah doa ini: Bismillahi al-‘azhim bismillah al-‘azhim Rabbu al-‘Arsyi al-‘Azhim alla dzahabta wa inqaradhta.”
2. Ibnu Abbas berkata: Lubaid, seorang Yahudi menyihir Rasulullah Saw dan sihirnya ia buang di sumur Bani Zarriq kemudian Rasulullah Saw menderita sakit. Ketika Rasulullah tertidur dua malaikat datang, salah satu dari dua malaikat itu di samping kepala Rasulullah Saw dan yang lainnya duduk di samping kaki beliau dan mengabarkan bahwa seseorang telah menyihir Anda dan meletakkan sihir itu di bawah kulit dan di bawah batu dalam sumur. Rasulullah Saw mengutus Ali As, Zubair dan Ammar untuk mengosongkan sumur itu dan mengambil batu itu dan menyingkirkan jafr yang ada di situ. Di dalam sumur itu, mereka melihat sejumlah rambut dan beberapa gigi sisir yang memiliki 11 simpul dan dijahit dengan jarum. Ketika itu, surah muaddzatain dibacakan. Mereka membuka setiap simpul dengan membacakan ayat. (setelah itu) Rasulullah Saw merasa ringan dan bangkit dari pembaringan seolah-olah telah terlepas dari rantai dan ikatan. Dan Jibril berkata (mendoakan), “Bismillah arqika min kulli syai yu’dzika min Hasid wa ‘ain waLlahu yasyfika.” (Dengan Nama Allah yang memeliharamu dari segala sesuatu yang menggangumu dari orang-orang hasud dan mata orang jahat, dan Allah menyembuhkanmu).
3. Apabila ada seseorang yang terkena sihir maka ia harus senantiasa membawa ayat-ayat ini: “Musa berkata, “Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenarannya. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan memperbaiki pekerjaan orang-orang yang membuat kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” “Dan kami wahyukan kepada Musa, “Lemparkanlah tongkatmu!” Maka sekonyong-konyong tongkat itu (berubah menjadi ular besar dan) menelan apa yang mereka sulapkan. (Pada mulanya) tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan segolongan orang yang berasal dari keturunan kaumnya dalam keadaan takut bahwa Fira‘un dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fira‘un itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah apa yang mereka perbuat itu.”
4. Bacakanlah ayat berikut ini pada orang yang terkena sihir sebanyak tujuh kali: “Allah berfirman, “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang.” Kemudian berlindung kepada Allah Swt dari kejahatan sihir para penyihir.
Dari apa yang telah kami sebutkan menjadi jelas bahwa mempelajari sihir untuk melenyapkan dan menangkal sihir dapat dilakukan akan tetapi harus diperhatikan bahwa ghalibnya masyarakat memandang itu sihir karena perhatian yang berlebihan terhadap masalah khurafat dan delusi serta penyalahgunaan sebagian masyarakat lainnya. Sementara mereka tidak memiliki informasi tentang sihir atau minimal tentang sihir. Sihir dilakukan dengan penguasaan dan pengaturan pada khayalan manusia. Sebagaimana yang terjadi pada kisah Nabi Musa dan para penyihir. Dalam hal seperti ini, dengan meningkatkan tingkat iman dan pengetahuan masyarakat maka secara praktis sihir tidak dapat memberikan pengaruh sama sekali. Bagaimanapun apabila terjadi sihir atau ada seseorang yang terkena sihir maka untuk selamat dari sihir ini Anda dapat memanfaatkan doa dan apa yang disebutkan dalam riwayat. Dan dibolehkan mempelajari sihir apabila tidak tersedia cara dan tips untuk menangkal dan melawan sihir kecuali dengan mempelajarinya. Akan tetapi pengajaran sihir bagi orang-orang dibolehkan sepanjang ada kemantapan hati bahwa mereka tidak akan menyalahgunakan sihir tersebut. Dengan kata lain, pengajaran sihir dibolehkan dengan beberapa syarat dan ketentuan. [IQuest]
Qs. Thaha (20):66
ÞÇáó Èóáú ÃóáúÞõæÇ ÝóÅöÐÇ ÍöÈÇáõåõãú æó ÚöÕöíøõåõãú íõÎóíøóáõ Åöáóíúåö ãöäú ÓöÍúÑöåöãú ÃóäøóåÇ ÊóÓúÚì"”
Qs. Al-A’raf (7):116
ÞÇáó ÃóáúÞõæÇ ÝóáóãøóÇ ÃóáúÞóæúÇ ÓóÍóÑõæÇ ÃóÚúíõäó ÇáäøóÇÓö æó ÇÓúÊóÑúåóÈõæåõãú æó ÌÇÄõæúÇ ÈöÓöÍúÑò ÚóÙíãò
Allamah Thathabai dalam Tafsir al-Mizan berkata, “Sihir termasuk jenis penguasaan dan pengaturan manusia, sedemikian manusia terhipnotis sehingga segala sesuatu yang dilihat atau didengar bukan sebuah realitas. Terjemahan Persia Al-Mizan, jil. 8, hal. 275. Salah satu bagiannya adalah menguasai khayalan masyarakat yang disebut sebagai magik dan ilmu ini termasuk sebagai yang paling pasti dan lebih tepat (disebut sebagai) ilmu sihir dari segala ilmu sihir. Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 379 Tafsir Nemune, jil. 13, hal. 241.
Wasail al-Syiah, bab 25, min Abwâb ma yaktasibu bih, hadis 7. “Man ta’allama al-sihr qalilân aw katsirân faqad kafara wa kana akhkhara ‘ahdahu birRabbihi..” Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 380.
Silahkan lihat Tahrir al-Wasilah, jil. 1, hal. 498, Masalah 16.
Kitâb al-Makâsib, Syaikh Anshari, jil. 1, hal. 270-274. Dan juga dijelaskan pada catatan pinggir Mafatih al-Jinan dengan judul Ta’wizh ibthal sihir.
Qs. Yunus [10]:81-82.
"ÞÇáó ãõæÓìþ ãÇ ÌöÆúÊõãú Èöåö ÇáÓøöÍúÑõ Åöäøó Çááøóåó ÓóíõÈúØöáõåõ Åöäøó Çááøóåó áÇ íõÕúáöÍõ Úóãóáó ÇáúãõÝúÓöÏöíäó¡ æó íõÍöÞøõ Çááøóåõ ÇáúÍóÞøó ÈößóáöãÇÊöåö æó áóæú ßóÑöåó ÇáúãõÌúÑöãõæäó"þ
Qs. Al-A’raf (7):117-119
æ "æó ÃóæúÍóíúäÇ Åöáìþ ãõæÓìþ Ãóäú ÃóáúÞö ÚóÕÇßó ÝóÅöÐÇ åöíó ÊóáúÞóÝõ ãÇ íóÃúÝößõæäó¡ ÝóæóÞóÚó ÇáúÍóÞøõ æó ÈóØóáó ãÇ ßÇäõæÇ íóÚúãóáõæäó¡ ÝóÛõáöÈõæÇ åõäÇáößó æó ÇäúÞóáóÈõæÇ ÕÇÛöÑöíäó".
Hasan bin Fadhl Thabarsi, Radhiuddin, Makârim al-Akhlâq, terjemahan Mir Baqiri, jil. 2, hal. 326-329. Qs. Qashash (28):35
"ÓóäóÔõÏøõ ÚóÖõÏóßó ÈöÃóÎöíßó æó äóÌúÚóáõ áóßõãÇ ÓõáúØÇäÇð ÝóáÇ íóÕöáõæäó ÅöáóíúßõãÇ ÈöÂíÇÊöäÇ ÃóäúÊõãÇ æó ãóäö ÇÊøóÈóÚóßõãóÇ ÇáúÛÇáöÈõæäó