Index    

Quran atau Ma’sumin

Pada masa hidup maksum As, apakah orang-orang beriman harus merujuk kepada al-Qur’an atau kepada maksum dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan agama mereka?

Al-Qur’an adalah firman Allah Swt dan kitab yang harus dibaca, dipahami dan diamalkan sehingga manusia dengan mengamalkan instruksi-instruksinya akan mencapai kebahagiaan duniawi (mondial) dan ukhrawi. Namun harus diingat bahwa seluruh ayat al-Qur’an tidaklah bersifat tunggal dan satu dari sudut pandang makna dan pemahamannya. Memahami sebagian ayat-ayat al-Qur’an ada yang mudah dan ada juga yang sangat pelik dan sukar.

Sebagian ayat yang pelik dan sukar ini hanya dapat dipahami oleh orang-orang tertentu seperti Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As. Orang-orang yang hidup pada masa maksum As, jika mereka merupakan pakar bahasa, maka masing-masing, seukuran dengan kadar keilmuan dan pengetahuannya, dapat meraih manfaat terhadap sebagian makna ayat-ayat al-Qur’an dengan merujuk pada al-Qur’an. Namun untuk memahami secara akurat dan sempurna seluruh ayat-ayat berikut takwilnya dan batin-batin ayat tersebut, maka mereka harus meminta pertolongan Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As.  

Al-Qur’an adalah firman yang diturunkan Allah Swt dan merupakan buku kehidupan. Instruksi-instruksi bagaimana hidup yang benar dan lurus dijelaskan pada ayat-ayatnya.

Pada hakikatnya, tatkala manusia membaca al-Qur’an, sejatinya ia mengajak Tuhan untuk bercengkerama dengannya. Karena itu, manusia harus berusaha memahami dan mencerap makna firman Allah Swt, lantaran Allah Swt sendiri menyeru manusia untuk bertafakkur dan merenung pada ayat-ayat al-Qur’an.[1]

Namun harus diketahui bahwa seluruh ayat al-Qur’an tidaklah bersifat tunggal dan sejenis dari sisi makna. Sebagian ayat al-Qur’an dapat dipahami oleh segenap orang pada setiap masa dan tempat. Sebagian ayat lainnya mengandung makna yang jeluk dan dalam yang hanya dapat dicerap dan dipahami oleh orang-orang tertentu. Bagian ketiga ayat-ayat al-Qur’an mengandung makna yang lebih dalam lagi yang hanya dapat dipahami oleh kaum elite dari kalangan khusus.

Al-Qur’an menyatakan, “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamât, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihât. Adapun orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihât untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami beriman kepada (semua isi) al-Kitab itu, semuanya itu berasal dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Qs. Ali Imran [3]:7)

Imam Baqir As bersabda, “Rasulullah Saw adalah orang yang terbesar di antara orang-orang yang dalam ilmunya dan mengetahui takwil dan tafsir seluruh yang diturunkan Allah Swt kepadanya. Allah Swt sekali-kali tidak menurunkan sesuatu kepadanya kecuali Dia mengajarkan takwilnya. Nabi Muhammad Saw dan para washinya mengetahui semua hal ini.”[2]

Karena itu, orang-orang yang hidup pada masa maksum As apabila mereka merupakan pakar bahasa al-Qur’an (Arab) dan memahami makna-makna al-Qur’an, maka masing-masing, seukuran dengan kadar keilmuan dan pengetahuan mereka, dapat merujuk secara langsung kepada al-Qur’an dan memahami makna-makna al-Qur’an. Namun karena tingkat pemahaman mereka tidak sederajat dengan tingkat pemahaman Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As, maka untuk memperoleh pemahaman akurat dan subtil, maka mereka harus merujuk kepada Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As dan memperoleh makna-makna dalam ayat-ayat dan takwilnya serta hakikat-hakikat batin al-Qur’an dari mereka. [IQuest]


[1]. “Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.“ (Qs. Al-Nisa [4]:82); ”Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an ataukah hati mereka telah terkunci?” (Qs. Muhammad [47]:24)  

[2]. Ushûl Kâfi, jil. 1, hal. 213, Hadis 2, Bab Anna al-Rasikhun fi al-‘Ilm hum al-Aimmah As.