Seandainya saja Andrew mau menengok sedikit saja buku tafsir Ahli Sunah maupun Syi’ah akan dapat ia mengerti bahwa ungkapan itu disampaikan oleh mereka yang menentang Maryam. Dan ungkapan ini pun adalah sebuah peribahasa yang dipakai pada masanya. Untuk lebih jelas lagi, ada sebuah hadis dari Rasululah saw yang menyebutkan, Karena Harun adalah orang yang suci pada zamannya maka di kalangan Bani Israil kemudian dijadikan peribahasa.
Ensiklopedia Quran leiden telah diterbitkan hingga jilid ketiga. Pada jilid pertama, Jane Dammen Mc Auliffe chief editor proyek penulisan ensiklopedia ini memberikan kata pengantar sekaligus memberikan penjelasan mengenai proyek yang ditanganinya ini.
Ensiklopedia leiden berisikan sekumpulan makalah yang secara langsung atau tidak langsung menggambarkan tafsir al-Quran namun dengan titik berat pada al-Quran itu sendiri (bukan ensiklopedia al-Quran yang disertai tafsir). Makalah yang ada merupakan hasil penelitian yang bersandar pada ide-ide dan argumentasi yang telah berkembang. Harapan dari penulisan ini adalah guna memberikan pemahaman ilmiah tentang al-Quran dan bahkan berusaha menaikkan kualitas pemahaman kita tentang al-Quran.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa chief editor proyek penulisan ensiklopedia al-Quran leiden ini adalah Jane Dammen seorang dosen universitas George Town yang dibantu oleh empat peneliti al-Quran Barat terkenal seperti; Claude Giliot dari Prancis, Wiliam Graham dari Amerika, Dad Qadhy dari Chicago dan Andrew Rippin dari Kanada. Sementara format konsultan proyek ini didukung oleh Nashr Hamid Abu Zaid, Muhammad Arkoun, Gerhard Bouring dari Amerika, Gerald Howthing dari Inggris, Fred limhous dari Belanda dan Angelica Newrourt dari Jerman. Tim ini didukung oleh sejumlah penulis dari negara-negara Islam dan penulis dari Barat. Penerbit Bril mendukung secara penuh proyek ini.
Proyek penulisan ensiklopedia ini dipimpin oleh Janne Dammen yang dimulai sejak tahun 1993 di kota leiden dengan bekerja sama bersama sejumlah ilmuwan. Jilid pertama dari ensiklopedia ini telah diterbitkan pada tahun 2001 oleh penerbit Bril di leiden. Pada jilid pertama ini, memuat sejumlah makalah yang dimulai dari huruf A dan berakhir hingga huruf D. Sementara pada jilid keduanya, memuat sejumlah makalah dari huruf E sampai huruf I. Jilid kedua ensiklopedia leiden itu diterbitkan pada tahun 2002. Setahun setelahnya (2003), diterbitkanlah jilid ketiganya yang memuat makalah dari huruf J hingga O.
Tujuan Proyek Penulisan Ensiklopedia:
1. Membukukan tulisan-tulisan terbaik abad ini dalam bidang al-Quran.
2. Sebagai batu loncatan bagi penelitian lanjutan dalam bidang al-Quran.
3. Sebagai rujukan kalangan akademik dan peneliti al-Quran yang tidak menguasai bahasa Arab.
Beberapa petunjuk teknis dalam penulisan makalah oleh ensiklopedia leiden ini menitikberatkan pada beberapa poin berikut:
1. Penulisan ensiklopedia leiden tetap berupaya memperhatikan kenyataan yang telah lalu dan yang akan datang.
2. Format dan susunan huruf disesuaikan sedemikian rupa sehingga ensiklopedia leiden dapat menampung makalah yang panjang sekalipun.
3. Di samping tetap menjaga hasil karya ilmuwan sebelumnya, apa yang terjadi kemudian pun mendapat perhatian yang cukup.
4. Ensiklopedia Quran leiden bukan tafsir al-Quran. Oleh karenanya, jika terkait dengan para mufassir seperti Thabari dan Fakhr ar-Razi, tentu tidak mendapat tempat. Namun tanpa melupakannya, tetap dicantumkan beberapa rujukan tentang mereka.
5. Sebisanya penelitian ilmiah tentang al-Quran dimasukkan dalam ensiklopedia ini.
6. Dengan sengaja ensiklopedia leiden memberikan tempat bagi metodologi dan pandangan yang berbeda.
Ensiklopedia Quran leiden memiliki dua struktur ilmiah penulisan yang dipertahankan bersama dalam sekitar seribuan makalah yang disusun berdasarkan alfabet latin. Dua bentuk penulisan ini sebagai berikut:
1. Makalah yang memuat informasi tentang tokoh, pengertian-pengertian, tempat, nilai-nilai, perilaku dan kejadian-kejadian yang terjadi baik yang tersebut dalam matan al-Quran maupun yang terkait secara signifikan dengan matan al-Quran.
2. Makalah yang berkenaan dengan tema-tema penting dalam bidang penelitian al-Quran seperti; seni, arsitektur dalam al-Quran atau sejarah dan al-Quran.
Sekali lagi, sebagai pengingat bahwa ensiklopedia al-Quran leiden ditulis berdasarkan alfabet latin tidak seperti ensiklopedia yang ditulis dalam bingkai ensiklopedia Islam. Namun untuk tidak menyulitkan atau bahkan untuk memudahkan mereka yang terbiasa memakai ensiklopedia dalam alfabet Arab disediakan pada akhir setiap jilid indeks dalam bentuk alfabet Arab.
Sebagai tambahan informasi, tiga jilid yang telah diterbitkan terkait dengan ensiklopedia leiden ini memuat sekitar 788 makalah dengan perincian bahwa pada jilid awal memuat 325 dan jilid kedua 265 makalah dan jilid ketiga sekitar 200 makalah.
Poin-poin positif ensiklopedia leiden
1. Latar belakang para penulis yang beragam, baik penulis Islam maupun Barat.
2. Di samping perhatian terhadap tema-tema tradisional, ensiklopedia leiden juga memuat tema-tema baru seperti masalah Feminisme.
3. Kemampuan ensiklopedia leiden dalam mengambil jarak dari cara penulisan tafsir al-Quran.
4. Waktu penyelesaian proyek mulai dari penulisan hingga penerbitan begitu diperhatikan sehingga sesuai dengan perkiraan sebelumnya.
5. Tidak lagi mempergunakan metode dan cara yang dilakukan oleh orientalis lama dan sebisa mungkin menjaga obyektifitas. Sebagai contoh, Margot Badran dalam makalahnya tentang al-Quran dan Feminisme secara transparan menunjukkan bagaimana al-Quran sebagai pembela hak-hak wanita yang hilang. Demikian juga Newboy dalam makalahnya tentang tahrif al-Quran juga secara transparan menyebutkan bahwa tuduhan yang dialamatkan tentang adanya tahrif al-Quran dalam mazhab Syi’ah adalah tuduhan tanpa dasar. Ia bahkan menekankan bahwa al-Quran yang dimiliki oleh Ahli Sunah dan Syi’ah adalah satu dan tidak berbeda. Dennis I, dalam makalahnya tentang Aisyah menyebutkan bahwa Fathimah as. adalah wanita yang paling mulia dibandingkan dengan semua wanita dunia.
1. Klaim bahwa makalah yang ditulis berdasarkan penelitian yang serius. Klaim ini dapat dilihat pada mukadimah jilid pertama dari ensiklopedia leiden, namun sayangnya hal ini tidak terlihat merata pada semua penulis. Sebagai contoh, Claude Giliot dalam makalahnya “Tafsir al-Quran di masa-masa awal” menyebutkan bahwa buku ‘Haqaiq at-Ta’wil fi Mutashabi al-Quran’ milik Sayyid Murtadha (W. 406 H) sebagai buku tafsir milik mazhab Mu’tazilah. Bahkan Syaikh Thusi (W. 460 H) dan Syaikh Thabresi (W. 548 H) dimasukkan pada kelompok mufassir Syi’ah yang Mu’tazilah! Terlihat bahwa penulis mengalami kerancuan akibat perbedaan yang terjadi di antara para teolog. Mazhab Islam dalam masalah teologi terbagi menjadi Asya’riah, Mu’tazilah dan Syi’ah. Sekalipun dalam masalah rasionalitas, Mu’tazilah dan Syi’ah memiliki kesamaan, namun itu tidak berarti pada semua hal terdapat kesamaan. Kesalahan ini mungkin dapat ditelusuri pada buku at-Tafsir wa al-Mufassirun milik adz-Dzahabi yang memuat penisbatan ini dan Claude Giliut tanpa melakukan penelitian lebih lanjut kemudian menukilkannya dalam tulisannya itu.
2. Problem metodologi dalam memperkenalkan tafsir-tafsir. Sebagai contoh, Ratroud Wielandt dalam makalahnya “Tafsir al-Quran pada masa modern” menggolongkan tafsir rasional hanya terbatas pada tafsir ijtihad orang-orang tertentu seperti Sayyid Ahmad Khan dari India (W. 1898 M) dan Muhammad Abduh (W. 1905 M). Buku tafsir keduanya digolongkan tafsir rasional karena menggabungkan peradaban dan sains Barat dengan al-Quran.
Yang lebih menarik lagi adalah ia menisbatkan buku ‘al-Hidayah wa al-Irfan fi Tafsir al-Quran bi al-Quran’ sebagai milik Muhammad Abu Zaid (W. 1930 M), padahal buku tersebut milik Sir. Sayyid Ahad Khan India dan kesalahan kedua, buku tersebut semestinya dimasukkan dalam kelompok tafsir ilmiah bukan tafsir rasional. Sementara kesalahan ketiga adalah tafsir rasional tidak terbatas hanya pada tafsir ijtihad. Hal ini dikarenakan penggunaan kata akal/rasio dapat ditemukan pada dua bidang;
Pertama, akal burhani (demonstratif) di mana dalam menafsirkan al-Quran menggunakan akal burhani. Sebagai contoh, dalam ayat ‘Yadulahi Fauqa Aidihim’, sesuai dengan akal burhani bahwa ‘Alah tidak berjasad’ mengharuskan ayat ini mesti ditakwil. Apa yang diinginkan dari kata ‘yad’, pada awalnya berarti tangan materi, namun kemudian harus ditakwil dan memaknainya dengan qudrat atau kekuasaan Allah.
Kedua, akal mishbahi atau potensi kognitif yang dapat mempersepsi sesuatu (kekuatan berpikir). Akal dengan makna kedua ini dipergunakan dalam beberapa metode penafsiran. Hal ini dikarenakan akal sebagai potensi yang menggerakkan manusia untuk memahami dan memikirkan ayat al-Quran. Dengan pengertian inilah semestinya kemudian digolongkan dalam tafsir ijtihad.
Berdasar penjelasan yang dikemukakan di atas, tafsir ijtihad tidak terbatas hanya pada tafsir Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan. Format tafsir seperti ini telah dimulai oleh buku-buku tafsir sebelumnya seperti buku tafsir Syaikh Thusi dan Tabresi.
Penjelasan ini tidak untuk menekan kelebihan dari tafsir Muhammad Abduh karena kelebihan yang dimilikinya adalah merangkul ilmu sosial dalam usahanya menafsirkan al-Quran, selain juga karena perhatiannya terhadap metodologi sains dan peran sains dalam tafsir. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada tafsir juz ‘amma dan tafsir muridnya, Rasyid Ridha dalam al-Mannar.
3. Pengulangan tema tanpa asas dan tuduhan orientalis lama terkait dengan al-Quran.
Secara umum, gaya penelitian ensiklopedia leiden ini telah berhasil mengambil jarak dengan gaya orientalis lama dan lebih obyektif dalam melakukan penilaian. Namun masih saja ada beberapa penulis yang secara taklid dan tanpa penelitian yang lebih serius, tetap juga mengulangi tema yang pernah disampaikan oleh para orientalis lama.
Sebagai contoh, dalam makalah Andrew Rippin tentang masalah Harun ia menuliskan: “al-Quran secara salah telah menisbatkan ibu nabi Isa as. sebagai saudara nabi Harun dengan menyebutnya ‘Yaa Ukhti Harun’”.[1] Sementara Harun hidup berabad-abad lamanya sebelum ibu nabi Isa. Dalam al-Kitab disebutkan bahwa Harun memang memiliki seorang adik wanita yang juga bernama Maryam namun ia hidup di zaman Harun dan Musa as. tidak di zaman Isa as.”
Seandainya saja Andrew mau menengok sedikit saja buku tafsir Ahli Sunah maupun Syi’ah akan dapat ia mengerti bahwa ungkapan itu disampaikan oleh mereka yang menentang Maryam. Dan ungkapan ini pun adalah sebuah peribahasa yang dipakai pada masanya. Untuk lebih jelas lagi, ada sebuah hadis dari Rasululah saw yang menyebutkan, Karena Harun adalah orang yang suci pada zamannya maka di kalangan Bani Israil kemudian dijadikan peribahasa. Sejak saat itu, siapa saja orang yang suci dan bersih dalam perilakunya mereka berkata padanya, ‘Orang ini adalah saudara laki-laki atau perempuan Harun’.
Kesalahan dan pengulangan masalah ini oleh Rippin dan tidak telitinya Jane Dammen sebagai chief editor ensiklopedia leiden dalam perkara ini adalah keteledoran yang sangat fatal yang akan mengurangi nilai ensiklopedia ini. Tema ini untuk pertama kalinya digaungkan oleh seorang orientalis bernama Adrian Ryland (1676-1718). Ilmuwan muslim telah banyak yang membantah kritikan ini dengan tulisan-tulisan mereka. Salah satu di antaranya adalah Abdurrahman Badwi (W. 1988) dalam bukunya Difa’ ‘an al-Quran (membela al-Quran). Dalam buku ini Badwi kembali mengulang kritikan dan kemudian secara luas dan detil menjawabnya. Dan sayangnya, Rippin hanya menukil kritikan tanpa membawakan juga jawaban dari Abdurrahman Badwi setelah 14 tahun bukunya diterbitkan.
Dalam sebuah buku, idealnya adalah tidak ada pertentangan di dalamnya. Terlebih-lebih itu menyangkut sejarah yang dinisbatkan kepada aliran atau kitab suci tertentu. Sekalipun sudah diusahakan sedemikian rupa agar kesalahan yang demikian tidak terjadi, sayangnya masih juga kesalahan itu terlihat dalam ensiklopedia leiden. Sebagai contoh, Joan Paul dalam makalahnya “Hadis dan al-Quran” menuliskan tentang adanya tahrif al-Quran. Dan ia membawakan contoh ayat Rajm yang dinukil oleh Suyuthi bahwa nabi Muhammad saw telah menerima wahyu namun di dalam al-Quran tidak ada. Ia juga menuliskan bahwa kata ‘Aimmah’ (para imam) telah diubah menjadi kata ‘Ummah’ (umat). Dan ini dinisbatkan kepada Syi’ah. Begitu juga, masih menurut Joan Paul, Syi’ah berkeyakinan bahwa surat al-Ahzab aslinya lebih panjang dari surat al-Baqarah namun kemudian diubah dan diganti. Syi’ah juga memperbolehkan berijtihad lewat qira’ah sab’ah (tujuh bacaan)!
Sementara itu pada saat yang sama, Newboy dalam makalahnya tentang “Tahrif” menafikan segala bentuk tahrif baik itu dari Ahli Sunah atau Syi’ah.
Kedua tulisan ini jelas mengungkapkan pertentangan isi dari ensiklopedia leiden. Hal lain lagi, riwayat-riwayat yang dibawakan oleh Joan Paul telah dikritik sendiri oleh ulama besar baik Ahli Sunah dan Syi’ah, dan dianggap mardud dan tidak dapat diterima. Alasannya sangat jelas karena ia tidak sesuai dengan al-Quran itu sendiri. Yang lebih aneh lagi adalah penisbatan kepada Syi’ah bahwa surat al-Ahzab dahulunya lebih dari surat al-Baqarah. Sementara riwayat ini dari jalur Ahli Sunah adanya. lalu mengapa penisbatan ini diarahkan kepada Syi’ah?
Mengenai qira’ah sab’ah yang disebutkan bahwa ulama Syi’ah memperbolehkan berijtihad lewat itu adalah sebuah tuduhan tanpa dasar. Ulama Syi’ah sendiri melihat qira’ah sab’ah sebagai hadis yang bermasalah, baik dalam masalah sanad maupun dalalah (matan). Syi’ah berpendapat qira’ah sab’ah tidak mutawatir dan lewat itu al-Quran tidak dapat ditetapkan sehingga dengan sendirinya tidak dapat dijadikan dasar dalam berijtihad. Dan memang benar adanya bahwa Syi’ah juga beramal dengan riwayat Hafsh dari ‘Ashim, karena qira’ah ini lebih banyak kesesuaiannya dengan al-Quran yang mutawatir dan al-Quran yang ada sekarang ini umumnya diterbitkan dengan qira’ah Hafsh.
5. Kekurangan informasi yang mencukupi dalam bidang tertentu.
Salah satu karakteristik ensiklopedia adalah mengumpulkan sebuah tema secara lengkap dan disuguhkan secara ringkas. Dengan demikian, orang yang membaca ensiklopedia diharapkan merasa cukup dan tidak lagi perlu melakukan perujukan ke buku yang lain. Namun sayangnya, ensiklopedia leiden justru menampilkan kondisi sebaliknya.
Sebagai contoh, Jane Dammen dalam makalahnya “Fathimah” menulis bahwa para mufassirin menyebutkan surat Ali Imran ayat 61 (ayat mubahlah) dan surat al-Ahzab ayat 33 (ayat tathhir) turun berkenaan dengan Fathimah as.
Ia kemudian menukil dari tafsir Thabari bahwa maksud dari ‘ahli bayt’ dalam surat al-Ahzab adalah Muhammad, Fathimah, Ali, Hasan dan Husein as. Sementara itu, dari ‘Ikrimah dinukil bahwa maksud dari ‘ahli bayt’ adalah istri-istri nabi. Padahal ayat-ayat yang turun berkenaan dengan Fathimah berjumlah sekitar 60 hingga 135 ayat.
Tentunya selisih ini menunjukkan bahwa pada sebagian ayat, Fathimah as. hanya sebagai salah satu yang dimaksud oleh takwil ayat, batinnya ayat atau juga tafsirnya ayat. Namun, ada juga ayat-ayat yang memang disepakati oleh ulama Ahli Sunah dan Syi’ah bahwa ayat tersebut turun berkenaan secara langsung dengan Fathimah as. seperi surat al-Kautsar dan ayat-ayat nazar dalam surat al-Insan.
Berkenaan dengan Fathimah as. telah ditulis sekitar 2400 buku dan hampir semuanya menyebutkan ayat-ayat yang berkenaan dengan beliau.
Kurangnya perhatian terhadap khazanah Ahli Sunah dan Syi’ah tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan Fathimah as. dari chief editor ensiklopedia leiden sangat tidak diharapkan. Bahkan mungkin dapat dikatakan bahwa informasi yang dimiliki Jane Dammen memang kurang.
Sebagai tambahan,
semestinya penulis menginformasikan secara sempurna akan aliran dan pandangan
yang ada tentang tema yang dibahas. Sehingga ketika menginformasikan sebuah
tema dari sudut pandang sebuah mazhab seyogyanya ia juga membawakan pandangan
dari mazhab yang kontra dengan pandangan tersebut. Sebagai contoh, dalam tema
di atas ketika hadis dari ‘Ikrimah disebutkan perlu juga dinukil tentang kelemahan
sanad yang dimilikinya. Apalagi ulama Ahli Sunah dan Syi’ah menganggapnya
sebagai orang yang dha’if dan lemah bahkan ia adalah dari golongan khawarij.
Selain itu, perlu ditambahkan pula tentang kelemahan dalalah dan matan hadis di
atas, karena menganggap ayat tersebut turun kepada istri-istri nabi. Pasalanya,
sebagian para mufassir menyatakan bahwa maksud ayat tersebut menunjukkan akan
kesucian (kemaksuman) dari segala dosa dan salah Ahlulbayt. Dan ini jelas tidak
ada hubungan dengan semua istri-istri nabi, sebagaimana ayat 4-6 surat
at-Tahrim menjelaskan taubatnya mereka.[]
===============================
Penulis: Pelajar Hauzah Ilmiah, Doktor bidang Tafsir, Ulumul Quran dan Teologi. Anggota kehormatan ilmiah di Markaz Jahani Ulum Islami dan peneliti pada Farhang va Andisheye Eslami.
Rujukan:
Tulisan ini adalah saduran dari artikel yang berjudul ‘Mughayese va Naghd Dairatul Ma’arefhaye Quraniye Muaser’ (Studi Kritis Komparatif antara Ensiklopedia Quran Modern) dimuat dalam jurnal Pezhuhesh Hauzeh, tahun ke V volume 19-20.
[1] . QS. Maryam:28