Apakah Maksud dari Keindahan Tuhan?

Dalam kajian teologi sudah menjadi kepastian bahwa Tuhan tidak memiliki jism dan tidak bisa diindra. Serta tidak bisa dibenarkan penerapan kalimat atau kata-kata yang berbau jism dan kekhususan-kekhususan jism kepada-Nya. Akan tetapi dalam sebagian riwayat menyatakan: “Tuhan itu indah dan menyukai keindahan.” Dari riwayat ini bisa di ambil kesimpulan bahwa Tuhan bisa dilihat melalui pelantaraan mata lahir. Karena keindahan meruapakan salah satu sifat yang bisa dilihat oleh mata lahir. Dalam riwayat lain: “Barang siapa di dunia ini tidak butuh kepada manusia dan kebaikan orang lain dalam masalah rizki, maka di hari kiamat dia akan bertemu dengan Tuhan dengan melihat wajahNya seperti ia melihat bulan pada tanggal empat belas.” Bukankah kata ‘bertemu’ di sini menunjukan bahwa Tuhan itu jism? Bagaimana menjelaskan masalah yang sepintas kontradiktif ini?

Jawab :

Dalam ayat-ayat al-Qur’an dan kalimat-kalimat para pemuka agama, terkadang didapatkan ungkapan-ungkapan tentang Tuhan dimana orang akan berpikir bahwa redaksi-redaksi “Tuhan bukanlah jism dan tidak memiliki tipologi jism” bertentangan dengan redaksi seperti “Tangan Tuhan di atas semua tangan“ dan redaksi “Tuhan maha melihat dan maha mendengar “ atau redaksi “Tuhan menyaksikan perbuatan-perbuatan kalian “. Dalam sejarah dan akidah Islam, kita berhadapan dengan kelompok  ‘mujasamah’. Dari namanya sudah jelas bahwa mereka meyakini bahwa Tuhan berjism. Sebab dari kemunculan kelompok tersebut tidak lain kerana kajian yang dangkal terhadap ayat dan riwayat-riwayat di atas.

Akan tetapi dengan memperhatikan ayat-ayat serta riwayat-riwayat yang banyak yang dengan jelas menafikan segala bentuk ciri-ciri, tipologi-tipologi dan tanda-tanda jism dari Tuhan. Dan memperkenalkan Tuhan sebagai Dzat yang Mahasuci dan Dzat yang tidak ada yang menyerupai-Nya serta tidak bisa digambarkan. Jelas bahwa maksud ayat-ayat serta riwayat-riwayat kelompok pertama, tidak lain kecuali bentuk tasybih dan figuratif (majazi).

Penjelasan: Kita mengetahui bahwa  lafaz-lafaz serta kalimat-kalimat dibuat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sehari-hari dan berputar sekitar topik-topik yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Kenyataan-kenyataan yang berhubungan dengan mabda, ma’ad, ketuhanan dan sifat-sifat Tuhan, terpaksa harus dijelaskan dengan lafaz-lafaz dan kalimat-kalimat tersebut. Karena tidak ada jalan lain selain ini dan lafaz-lafaz tersebut berhubungan dengan perkara-perkara materi, dan harus digunakan untuk menyesuaikan dan menyamakan dengan arti-arti baru yang berhubungan dengan alam non materi. Seperti, ketika kita ingin berkata bahwa Tuhan mengetahui semua obrolan dan suara-suara, tidak ada jalan lain kita harus berkata “ Tuhan mendengar perkataan”. Maksud kalimat “ mendengar” adalah bukan mendengar dengan telinga, akan tetapi mengetahui semua perkataan. Begitu juga berhubungan dengan penglihatan dan sejenisnya, maksud dari itu semua adalah “hasil” dari melihat dan sejenisnya.

Oleh karenanya ungkapan Tuhan ‘indah’, maksunya bukanlah keindahan jism, akan tetapi maksudnya adalah kesempurnaan hakiki. Karena Tuhan meruapakan satu wujud yang memiliki seluruh kesempurnaan baik yang bisa digambarkan maupun yang tidak, walhasil wujud seperti ini merupakan wujud yang indah. Begitu pula maksud dari ‘bertemu’ dengan Tuhan di alam lain, bukanlah pertemuan dan berhadapan dengan Tuhan, akan tetapi maksudnya adalah menyaksikan bukti-bukti kekuasaan, kebesaran dan keadilan Tuhan (yaitu berupa pahala dan balasan semua perbuatan). Itu semua merupakan tanda-tanda keberadaan Tuhan dan bukti-bukti sifat-sifat-Nya, dimana pertemuan dengan semua itu dianggap sebagai ganti pertemuan dengan Tuhan. Bahkan diriwayatkan dari Amirul Mukminin As, ia berkata: “Aku tidak melihat sesuatu kecuali aku melihat Allah swt. Sebelumnya, setelahnya dan bersamanya.“ Maksud dari ucapan ini adalah aku menyaksikan bukti-bukti ilmu dan kekuasaan Tuhan di dalam segala sesuatu.

Sumber: www.wisdoms4all.com