Berangkat dari ayat ini, pertanyaan yang kemudian muncul adalah siapakah Ruhul Kudus tersebut?
Para penafsir ulung memiliki penafsiran yang beragam ihwal Ruhul Kudus ini:
a. Sebagian mengatakan bahwa Ruhul Kudus itu adalah Jibril. Oleh karena itu, makna ayat yang sedang dibahas adalah Tuhan menolong dan menguatkan kenabian Nabi Isa melalui Malaikat Jibril.
Bukti dari pendapat ini adalah surat An-Naml [27], ayat 102 yang berfirman, “Katakanlah bahwa Ruhul Kudus itu adalah kebenaran yang turun dari Tuhanmu.”
Akan tetapi, mengapa Malaikat Jibril disebut sebagai Ruhul Kudus? Lantaran wujud ruh para malaikat merupakan masalah yang jelas dan penggunaan kata ruh pada mereka adalah sangat tepat. Dan penambahan kalimat al-kudus setelah kalimat itu adalah tanda kesucian dan kekudusan luar biasa malaikat ini.
b. Sebagian yang lain berkeyakinan bahwa Ruhul Kudus adalah kekuatan gaib yang menguatkan Nabi Isa as Dengan kekuatan misterius Ilahi tersebut, Nabi Isa -atas perintah Ilahi- dapat menghidupkan orang-orang yang sudah mati.
Tentu saja, kekuatan gaib ini dapat ditemukan dalam diri seorang mukmin dalam bentuknya yang lemah disebabkan adanya perbedaan derajat iman. Dan pertolongan-pertolongan Tuhan tersebut yang membantu manusia dalam menunaikan ketaatan dan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan atasnya dan mencegahnya dari melakukan apa yang dilarangnya.
Dalam sebagian hadis tentang sebagian para penyair yang menyanjung Ahlul Bait, kita membaca bahwa setelah mereka membaca syair-syair untuk seorang imam, beliau berkata kepada mereka, “Ruhul Kudus telah berhembus di lisanmu dan apa yang Kamu lantunkan tersebut berkat pertolongannya”.[1]
c. Sebagian mufassir lainnya menafsirkan bahwa Ruhul Kudus bermakna Injil.[2]
Namun, kedua tafsir yang pertama tampaknya lebih mendekati kebenaran.[3]
[1] Pujangga yang terkenal pada masa Rasulullah saw adalah Hassan bin Tsabit. Kita membaca bahwa Rasulullah saw berkata tentangnya, “Sepanjang engkau membela kami dengan syair-syairmu, Ruhul Kudus pasti bersamamu.”
[2] Tafsir al-Manâr.
[3] Tafsir Neműneh, jilid 1, hal. 338.