Tauhid Al-Wujud di Ayat Kursi

Oleh: Agung Sugiri

Allahumma shalli 'ala Muhammad wa aali Muhammad.

Al Hallaj dan Syeh Siti Jenar adalah dua orang sufi yang terkenal dengan ucapan "ana al-Haq"-nya. Al Hallaj kemudian dijatuhi hukuman mati oleh kerajaan waktu itu, sedangkan Syeh Siti Jenar mematikan dirinya dengan sukarela. Hal ini despite pengakuan semua sufi yang sejaman dengan keduanya (misal Juneid al Baghdadi, dan wali sanga) bahwa tauhid Al Hallaj maupun Siti Jenar adalah benar belaka (misalnya, di buku-buku tentang Syeh Siti Jenar banyak dikutip dialog Sunan Geseng dengan Syeh Siti Jenar yang tercatat di Babad Tanah Jawa, yang menyepakati mengenai wahdah al-wujud). Tapi begitulah, Al Hallaj dihukum mati, literally as confirmed by ahli-ahli sejarah, sedangkan Syeh Siti Jenar wallahu a'lam. (bisa jadi beliau "dihukum mati" not literally).

Al Haq adalah salah satu sifat Allah, salah satu dari asma al Husna. Tapi, klaim "ana al-Haq" dari Al Hallaj tidaklah sama dengan klaim "saya adalah Allah". Para alim yang sejaman dengan Al Hallaj mengakui kemurnian tauhid beliau. Jadi, Al Hallaj dan Syeh Siti Jenar paham betul bahwa Allah itu immaterial, tak terikat ruang-waktu, dan laisa kamitslihi syai' (QS Asy-Syura).

Semua muslimin mafhum belaka bahwa manusia diciptakan Allah untuk menjalankan tugas menjadi khalifah Allah di muka bumi. Khalifatullah berarti representasi Allah, representasi al-Haq. Maka, bagi para manusia sempurna, yang telah berhasil me-nihil-kan hawa nafsu jahal, mencapai tingkat ikhlas tertinggi dan memaksimalkan akal, akan terpantullah cahaya Allah dari mereka, berupa sifat-sifat kebaikan, kebenaran dan keadilan sebagai wujud berjalannya fungsi khalifatullah itu. Bagi mereka, "ana al-Haq" adalah ucapan yang valid belaka, seperti validnya ucapan "saya adalah utusan Allah" dari seorang Isa AS dan Muhammad SAW.

Mari kita mulai dengan membahas konsep ultimate dari tauhid, yaitu tauhid al-wujud. Konsep ini sedemikian tingginya sehingga para nabi AhS sebelum Muhammad SAW tidak mengajarkannya kepada umat mereka (kecuali kepada beberapa orang dekat tertentu saja, tentunya). Kenapa? Karena budaya dan tingkat pikir umat awal zaman, in general, belumlah sampai untuk bisa memahami tauhid al-wujud. Para nabi AhS sebelum Muhammad SAW itu "hanya" mengajarkan tauhid al-ilah (uluhiyah), tauhid al-rabb (rububiyah), dan tauhid al-mulk (mulkiyah). Jika tauhid al-wujud dipaksakan untuk diajarkan kepada public waktu itu, kiranya justru akan berakibat tidak baik, wallahu a'lam. Isa AS, misalnya, pernah mengatakan "There is still much that I could say to you, but the burden would be too great for you now. However, when he comes who is the spirit of truth (RUH AL-HAQ, maksudnya adalah Muhammad SAW), he will guide you into ALL the truth; for he will not speak on his own authority, but will tell only what he hears [from God] (persis seperti QS an-Najm: wamaa yanthiqu 'anil hawa, inhuwa illa wahyun yuha); and he will make known to you the things that are coming" (John 16: 12 and 13).

Ayat Kursi mengandungi makna tauhid hingga level tertinggi, tauhid al-wujud. Itulah sebabnya ayat ini adalah ayat paling agung yang Allah turunkan kepada Muhammad SAW dan HANYA kepada Muhammad SAW saja, untuk diajarkan kepada umatnya dan HANYA umatnya saja.

Wujud adalah eksistensi. Dia bisa material seperti kerikil, pohon, kucing, suara, aliran listrik, tanah, manusia (basyar), api, jin, cahaya, malaikat, dll., dan bisa pula immaterial seperti kenangan, pandangan/opini/view, ilmu, dan ruh. Nah, para ulama membagi jenis wujud ini menjadi 3: (1) Mumkin al-wujud, (2) Wajib al-wujud, dan (3) Mumtani’ al-wujud.

Semua ciptaan Allah dikategorikan mumkin al-wujud, yaitu eksistensi relatif. Maksudnya, eksistensinya HANYA MUNGKIN terjadi KARENA adanya eksistensi lainnya. Kita semua sudah mafhum bahwa si Kitty kucing tetangga sebelah itu, misalnya, nggak mungkin bisa mewujud dengan sendirinya tanpa adanya rangkaian sebab-akibat yang mendahuluinya.

Demikianlah, boleh kita ambil satu mahluk, anything, boleh yang sederhana seperti sebiji kerikil ataupun sebutir kurma, sampai yang kompleks seperti seorang bang Perdinan atau cak Joni, lalu kita analisis rangkaian sebab-akibat yang membawanya maujud di dunia ini. At the end of the day, kita akan sadar akan dua hal. Satu, rangkaian sebab-akibat itu HARUS berhenti pada THE ONE AND ONLY FIRST THING. Rangkaian yang tak terhingga jumlah rantainya dan kompleks keterhubungannya adalah sangat mungkin, mengingat keterbatasan pikiran kita dalam mengenali dan menghitung, BUT, rangkaian yang unlimited adalah tidak mungkin, sebab ini menjadi never ending. Padahal kita tahu bahwa eksistensi alam semesta ini tentu ada awalnya, sebab kita lihat terjadinya proses dari komponen-komponen alam ini, seperti proses tumbuh berkembang kemudian layunya pohon-pohonan, maupun tumbuh kembang matinya hewan dan manusia. Nah, jika komponen-komponennya berproses, tentu alam sebagai suatu sistem, as a whole, pun berproses, artinya ada awal alam semesta dan ada akhirnya pula.

Kesadaran kedua, keberlanjutan eksistensi kerikil, atau kurma, atau seorang manusia itu tentu membutuhkan pula penopang, yaitu wujud-wujud lainnya yang melalui rangkaian sebab-akibat tertentu membuat kerikil, atau kurma, atau bang Perdinan, atau cak Joni tetap eksis. Bang Perdinan dan cak Joni, misalnya, tentu perlu makan tiga kali sehari dan sesekali diundang gus Dir atau mas Seno ratiban dan makan bersama, dan sebulan sekali menghadiri khataman untuk makan siang bersama, untuk mempertahankan eksitensinya, bukan?

Semua ini menunjukkan bahwa creatures itu tidaklah al-hayyu al-qayyum. Semua ciptaan membutuhkan keberadaan Sang Wajib al-Wujud, Sang Eksistensi Absolut, Sang Wujud Independent. "Allahu laa ilaha illa huwa Al-Hayyu Al-Qayyum", demikian kata pembukaan ayat Kursi.

Maka, Allah itu eksistensinya adalah langgeng, tiada awal tiada akhir, dan TIDAK tergantung kepada wujud-wujud lainnya, dan TIDAK dikarenakan suatu rangkaian sebab-akibat apapun. Konsekuensinya, Allah itu menjadi tempat bergantung dan sumber wujud dari wujud-wujud lainnya. Demikian secara singkat, hubungan antara mumkin al-wujud dan wajib al-wujud.

Jenis wujud ketiga adalah mumtani al-wujud, yaitu wujud yang nggak mungkin ada. Contohnya adalah adanya Wajib al-wujud SELAIN Allah. Tidak mungkin ada 2 atau lebih wajib al-wujud. Logika salah mengenai adanya wujud independent lain selain Allah ini, bukan tidak mungkin dianut oleh sebagian orang, sebab boss-nya penganut paham ini tak lain tak bukan adalah Iblis sendiri, dan dia rajin meniup-niupkannya kepada manusia dan jin.

Ada suatu pertanyaan yang cukup populer dari penganut paham ini: "Kalau benar Tuhan itu Maha Perkasa dan Maha Pencipta, bisakah Dia menciptakan Sesuatu yang Sama Perkasanya dengan Dia?" Apapun jawaban dari pertanyaan ini (ya ataupun tidak), akan menafikan The One and Only Wajib al-wujudnya Allah.

Pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan Wajib al-Wujud dan mumkin al-wujud akan membawa kita kepada konsep syafa'at dan tawassul. Man dzalladzi yasyfa'u 'indahu illa bi idznih, ya'lamu maa baina aidiihim wa maa khalfahum.

Sumber: amjabal.multiply.com