Berikut ini sekilas mengenai akal dan betapa pentingnya akal dalam beragama. Lawan dari akal adalah jahl, atau sering pula diistilahkan dengan hawa nafsu. Kita semua tahu, ditinjau dari keberadaan akal dan nafsu, mahluk2 yang Allah karuniai kemampuan berpikir itu ada tiga jenis: malaikat, yang dikaruniai akal saja, tanpa nafsu; hewan, yang hanya dikaruniai nafsu, tanpa akal; dan manusia dan jin, yang Allah swt karuniai akal maupun nafsu.
Ayat-ayat Al Quran berikut dengan tegas memaksa kita untuk menyimpulkan bahwa hanya kaum Muslimin-Mu’minin lah yang menggunakan akalnya. Kaum yang lain, entah itu kafirin, musyrikin, munafikin, Nasrani, Yahudi, ataupun lainnya, oleh Al Quran dikatakan sebagai kaum yang tidak berakal (laa ya’qilun).
Silakan simak ayat-ayat berikut…
إِنَّ فىِ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَ النَّهَارِ وَ الْفُلْكِ الَّتىِ تجَْرِى فىِ الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن مَّاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتهَِا وَ بَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَابَّةٍ وَ تَصْرِيفِ الرِّيَحِ وَ السَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَ الْأَرْضِ لاََيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُون
“Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi; dan pertukaran malam dan siang; dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta Ia biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis binatang; demikian juga (pada) peredaran angin dan awan yang tunduk (kepada kuasa Allah) terapung-apung di antara langit dengan bumi; sesungguhnya ada tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, dan keluasan rahmatNya) bagi kaum yang menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun)”.
Al Jatsiyah: 5
وَ اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَ النهََّارِ وَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن رِّزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتهَِا وَ تَصْرِيفِ الرِّيَاحِ ءَايَاتٌ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُون
Dan (pada) pertukaran malam dan siang silih berganti, dan juga (pada) rezeki yang diturunkan oleh Allah dari langit, lalu Ia hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta (pada) peredaran angin, (semuanya itu mengandungi) tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, serta keluasan rahmatNya) bagi kaum yang mahu menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun).
وَ مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُواْ كَمَثَلِ الَّذِى يَنْعِقُ بمَِا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَ نِدَاءً صُمُّ بُكْمٌ عُمْىٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُون
Dan bandingan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir, samalah seperti orang yang berteriak memanggil binatang yang tidak dapat memahami selain dari mendengar suara panggilan sahaja; mereka itu ialah orang-orang yang pekak, bisu dan buta; oleh sebab itu mereka tidak dapat menggunakan akalnya (laa ya’qiluun).
وَ إِذَا نَادَيْتُمْ إِلىَ الصَّلَوةِ اتخََّذُوهَا هُزُوًا وَ لَعِبًا ذَالِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُون
Dan apabila kamu menyeru untuk mengerjakan shalat, mereka menjadikannya (shalat itu) sebagai ejek-ejekan dan permainan. Yang demikian itu ialah karena mereka suatu kaum yang tidak berakal (laa ya’qiluun).
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِندَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُون
Sesungguhnya sejelek-jelek makhluk yang melata di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak lagi bisu, yang tidak mau menggunakan akal (alladziina laa ya’qiluun).
وَ مِنهُْم مَّن يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ أَ فَأَنتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ وَ لَوْ كاَنُواْ لَا يَعْقِلُون
Dan di antara mereka (yang ingkar) itu, ada yang datang mendengar ajaranmu; maka engkau (wahai Muhammad) tidak berkuasa menjadikan orang-orang yang pekak itu mendengar kalau mereka menjadi orang-orang yang tidak mau berakal (laa ya’qiluun).
وَ مَا كاَنَ لِنَفْسٍ أَن تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَ يجَْعَلُ الرِّجْسَ عَلىَ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُون
Dan tiadalah sebarang kuasa bagi seseorang untuk beriman melainkan dengan izin Allah; dan Allah menimpakan azab (arrijsa) atas orang-orang yang tidak mau berakal (laa ya’qiluun).
أَ فَلَمْ يَسِيرُواْ فىِ الْأَرْضِ فَتَكُونَ لهَُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بهَِا أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بهَِا فَإِنهََّا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَ لَاكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتىِ فىِ الصُّدُور
Oleh itu, bukankah ada baiknya mereka mengembara di muka bumi supaya - dengan melihat kesan-kesan yang tersebut - mereka menjadi orang-orang yang ada hati yang dengannya mereka dapat memahami (ya’qiluuna bihaa), atau ada telinga yang dengannya mereka dapat mendengar? (Tetapi kalaulah mereka mengembara pun tidak juga berguna) kerana keadaan yang sebenarnya bukanlah mata kepala yang buta, tetapi yang buta itu ialah mata hati yang ada di dalam dada.
أَمْ تحَْسَبُ أَنَّ أَكْثرََهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كاَلْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلا
Atau adakah engkau menyangka bahawa kebanyakan mereka mendengar atau memahami (ya’qiluun)? Mereka hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
وَ لَئنِ سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثرَُهُمْ لَا يَعْقِلُون
Dan sesungguhnya jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka (yang musyrik) itu: "Siapakah yang menurunkan hujan dari langit, lalu Ia hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya?" Sudah tentu mereka akan menjawab: "Allah". Ucapkanlah (wahai Muhammad): "Alhamdulillah", bahkan kebanyakan mereka tidak memahami (laa ya’qiluun).
لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فىِ قُرًى محَُّصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَاءِ جُدُرِ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تحَْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَ قُلُوبُهُمْ شَتىَ ذَالِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُون
(Orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik) dengan keadaan bersatu padu sekalipun, tidak berani memerangi kamu melainkan di kampung-kampung yang berbenteng kukuh, atau dari sebalik tembok. (Sebabnya): permusuhan di antara mereka sesama sendiri amatlah keras; engkau menyangka mereka bersatu padu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu, kerana mereka adalah kaum yang tidak berakal (qaumul laa ya’qiluun).
Setelah jelas penegasan Al Quran bahwa hanya kaum mu'minin-muslimin sajalah yang menggunakan akalnya, sedangkan kaum lainnya adalah tidak berakal, maka tidak ada kesimpulan lain selain bahwa akal menduduki posisi sangat penting dalam beragama dan berkehidupan. Kita harus menggunakan akal kita jika kita ingin selamat mencapai tujuan ukhrawi kita. Tapi, jika kita tengok keadaan dunia saat ini, dimana science dan teknologi dikuasai oleh negara-negara maju yang kebanyakan adalah dunia Barat yang mayoritas penduduknya non-muslim - dan bahkan banyak penduduknya yang mengklaim atheis -, juga jika kita lihat bahwa kehidupan sosial yang harmonis dan maju justru ditunjukkan oleh western ataupun non-muslim society itu, sementara kehidupan di banyak negara-negara muslim justru miskin, terbelakang dan semrawut, tentu ini menjadi ganjalan buat kita yang mengklaim muslimin ini. Bukankah majunya ilmu dan teknologi serta teraturnya society menunjukkan bahwa mereka adalah kaum yang berakal?
Pertanyaan seperti ini penting untuk ditelaah.
Sumber: amjabal.multiply.com